PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) berencana mengoptimalkan kinerja anak perusahaannya, PT Citilink Indonesia, sekaligus mencegah risiko kanibalisasi pasar antarentitas dalam Grup Garuda.
Strategi tersebut berfokus pada penataan ulang rute dan penguatan diferensiasi produk antara layanan premium Garuda Indonesia dan layanan berbiaya rendah atau low-cost carrier (LCC) yang dimiliki oleh Citilink.
Wakil Direktur Utama Garuda Indonesia, Thomas Sugiarto Oentoro, mengatakan bahwa kunci dari strategi ini adalah segmentasi pasar yang jelas.
Dia menegaskan bahwa layanan Garuda dan Citilink melayani pangsa pasar yang secara inheren berbeda. Garuda Indonesia beroperasi pada segmen pelayanan premium, menargetkan konsumen dengan daya beli tinggi atau perjalanan dinas yang memprioritaskan kenyamanan, layanan lengkap, dan ketepatan waktu.
Sebaliknya, Citilink di segmen LCC melayani konsumen yang lebih sensitif terhadap harga dan mencari opsi perjalanan dengan biaya operasional efisien.
“Kami bisa mengoptimalisasi armada kami yang ada di Garuda dan Citilink dan bagaimana kami bisa melayani rute-rute, apalagi rute-rute yang jangan sampai kita itu kanibalisasi,” ujarnya saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/12/2025).
Menurut Thomas, manajemen akan secara cermat mengidentifikasi dan memetakan rute domestik maupun internasional untuk menentukan kesesuaian antara karakteristik rute, seperti tingkat persaingan, daya beli regional, dan potensi volume dengan jenis layanan yang ditawarkan oleh Grup Garuda.
“Kami harus melihat pasar mana saja yang cocok untuk premium service dan pasar mana yang cocok untuk LCC. Karena memang kami juga mengerti daya beli masyarakat itu juga tergantung pada daerah dan sebagainya,” ujarnya.
Di sisi lain, Thomas juga menyoroti tantangan yang dihadapi GIAA dalam melakukan ekspansi rute ke tujuan internasional yang ambisius, seperti Qatar.
Dia mengakui bahwa perseroan saat ini memiliki kapasitas armada yang belum memadai untuk mengoperasikan rute-rute jarak jauh secara berkelanjutan.
Sampai dengan November 2025, Garuda mengoperasikan 58 pesawat dan Citilink 32 pesawat, meningkat dari 21 pesawat Citilink pada Juli 2025.
Sebelumnya, Direktur Teknik Garuda Indonesia Mukhtaris menyampaikan bahwa fokus operasional utama emiten maskapai pelat merah ini adalah menyelesaikan perawatan armada yang dimiliki.
“Fokus operasional kami diarahkan untuk menyelesaikan perawatan pesawat, karena pesawat-pesawat ini harus segera kami kembalikan ke status serviceable dalam waktu dekat,” pungkasnya dalam paparan publik pekan lalu.
________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Sumber Bisnis, edit koranbumn












