Pemerintah mengirim sinyal kembali melakukan efisiensi anggaran dalam APBN 2026 sejalan dengan semakin besarnya kebutuhan untuk rehabilitas maupun rekonstruksi pascabencana di Sumatra.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa usai rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (8/12/2025). Sinyal efisiensi itu disampaikan Purbaya dalam menanggapi kebutuhan anggaran untuk perbaikan di Sumatra setelah bencana banjir dan longsor, dengan nilai perkiraan sementara Rp51,8 triliun.
Menurut Purbaya, APBN setiap tahunnya menyisihkan anggaran untuk tanggap darurat bencana senilai Rp5 triliun. Dia juga menyebut anggaran penanggulangan bencana dari Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) masih ada, dan terbuka untuk ditambah sesuai dengan permintaan.
Adapun untuk kebutuhan lainnya ke depan, Bendahara Negara mengaku sudah melakukan penyisiran anggaran untuk 2026 sebelum terjadinya bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.
“Sebelum ini kejadian sudah kami sisir sebetulnya untuk kegiatan-kegiatan yang tidak terlalu berguna kayak rapat-rapat enggak jelas segala macem. Jadi kami bukan potong anggaran ya, efisiensi kan. Sudah kami lihat itu ada sekitar Rp60 triliun lah dapet,” terangnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Selasa (9/12/2025).
Purbaya menekankan bahwa pengetatan belanja yang direncanakan olehnya tahun depan bukan memotong, namun mengurangi sejumlah kegiatan operasional kementerian/lembaga. Prinsipnya hampir serupa dengan yang dilakukan tahun ini sebagaimana Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025.
Namun demikian, Purbaya memastikan penerapan efisiensi pada APBN 2026 tidak akan dilakukan saat tahun anggaran berjalan. Dia menyebut rencana penyisiran anggaran sudah dilakukan.
“Jadi begitu APBN-nya selesai [2025], kami sisir semuanya. Kami enggak mau mengulangi seperti tahun lalu di mana kami asal aja potong. Untung dari situ masih ada cadangan, jadi enggak usah khawatir,” paparnya.
Di sisi lain, saat berlangsungnya rapat kemarin, Purbaya menargetkan setoran dari bea keluar ekspor emas dan batu bara bisa menyumbang Rp23 triliun ke penerimaan APBN. Hal ini di tengah batalnya potensi penerimaan dari cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) senilai Rp7 triliun.
Namun demikian, baru bea keluar emas yang asumsi penerimaannya sudah masuk ke dalam APBN 2026 yakni senilai Rp3 triliun. Adapun untuk batu bara belum masuk lantaran masih dibahas lebih lanjut untuk kepastian tarifnya.
Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mengungkap, setelah ditanya lebih lanjut oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie, bahwa nantinya total Rp23 triliun asumsi penerimaan itu digunakan dalam menutup defisit APBN.
“Untuk langkah pertama [setoran bea keluar emas dan batu bara] untuk menutup defisit dulu, mengurangi defisit kami,” pungkas Purbaya.
Adapun Kemenkeu mencatat bahwa penerimaan bea keluar berdasarkan outlook 2025 senilai Rp30,2 triliun. Hal itu mencakup Rp7 triliun dari bea keluar komoditas mineral, sedangkan Rp23,2 triliun untuk bea keluar komoditas nonmineral. Paling besar disumbang CPO.
Outlook 2025 itu merupakan yang tertinggi sejak realisasi 2022 yang mencapai Rp39,8 triliun, meliputi Rp7,3 dari komoditas mineral dan Rp32,6 triliun komoditas nonmineral.
Geser-geser Anggaran
Pengajar di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono menjelaskan bahwa Menkeu Purbaya memiliki kewenangan untuk menerapkan flexible budget dalam hal mengatur ulang belanja dan penerimaan negara.
Pada sisi penerimaan, Prianto menyebut Bendahara Negara bisa menerapkan maupun membebaskan pungutan dari kegiatan ekonomi appaun selama target di APBN bisa tercapai. Hal ini sebagaimana yang dilakukan dengan pengenaan bea keluar batu bara dan emas untuk menutup hilangnya asumsi penerimaan dari cukai minuman manis.
“Saya melihat selama trade off-nya dapet, terserah nanti satu sisi ada yang turun, sisi yang lain surplus, dihatapkan total penerimaan seusai dengan target,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (9/12/2025).
Adapun pada sisi belanja, Prianto memandang bahwa Purbaya bisa menggeser pos-pos anggaran sesuai dengan tingkat urgensinya. Contohnya, dalam konteks penanggulangan bencana di Sumatra, upaya pemindahan anggaran bisa dilakukan Purbaya sesuai dengan perhitungannya selaku Bendahara Negara.
Dalam hal efisiensi, Prianto pun menilai pengetatan belanja di 2026 sudah dilakukan sejak transfer ke daerah (TKD) dianggarkan hanya Rp692 triliun lebih. Anggaran ke daerah itu turun 24,7% dari APBN 2025 sebesar Rp919,9 triliun.
Menurut pria yang juga menjabat Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) itu, pemerintah dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto juga bisa merealokasi anggaran program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan lain-lain.
Sebagaimana diketahui, program MBG dianggarkan senilai Rp335 triliun tahun depan. “Ini kan masalah political will. Program MBG adalah program Presiden terpilih sesuai dengan kampanye Pilpres dan masuk RPJMN. Nanti dalam pelaksanaannya, kan sementara masih bersikukuh tetap jalan, meski banyak dikritik. Ke depan bisa dilihat urgensinnya,” ujarnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn














