Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, dengan defisit lebih besar, skema pembiayaan pun menjadi penting. Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, pemerintah juga mengatur sumber pembiayaan untuk menutupi defisit.
Pertama, Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang selama ini pemerintah taruh di Bank Indonesia. Kedua, dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan. Ketiga, dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu. Kemudian, dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) juga dapat digunakan untuk sumber pembiayaan.
Terakhir, Sri menyebutkan, pemerintah juga bisa menggunakan dana yang berasal dari pengurangan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN. Khususnya PMN yang pada tahun ini dianggap tidak lagi memiliki prioritas tinggi. “Ini akan dialihkan ke masalah restrukturisasi bagi ekonomi menyeluruh,” kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut dalam telekonferensi dengan para jurnalis pada Rabu (1/4).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tambahan hingga Rp 405,1 triliun merupakan stimulus yang digunakan pemerintah agar ekonomi Indonesia tidak memasuki skenario sangat buruk. Kebijakan diarahkan agar komponen makro ekonomi bisa bertahan dalam situasi moderat.
Airlangga menjelaskan, pemerintah memiliki banyak alat untuk menutupi defisit. Salah satunya, surat utang Pandemic Bonds yang kini sedang dibahas bersama dengan Bank Indonesia (BI). “Di mana kita bisa memberikan support terhadap perbankan dan lembaga keuangan untuk restrukturisasi sektor riil,” ujar Airlangga.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo sudah menyatakan, BI telah menyiapkan langkah antisipatif yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu). Kondisi saat ini sudah tidak normal sehingga membutuhkan extraordinary measures.
Perry menjelaskan empat poin langkah antisipatif yang menjadi wewenang BI yang dijelaskan di dalam Perppu. Pertama, terkait BI yang menurut UU tidak boleh membiayai defisit fiskal. Ini merupakan kaidah prinsip.
Menurut Perry, mandat tersebut berlaku dalam kondisi normal. Kondisi yang terjadi saat ini sudah tidak normal karena langkah penanganan Covid-19 butuh defisit fiskal yang lebih besar. Pasar tidak bisa menyerap defisit fiskal tersebut.
“Maka dalam Perppu dijelaskan BI bisa membeli SUN di pasar perdana, bukan sebagai first lender, tapi sebagai last resource,” kata
Kedua, terkait BI yang bisa membeli surat repo surat berharga yang dimiliki LPS untuk biaya penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik dan bank selain bank sistemik.
Ketiga, BI bisa memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah kepada bank sistemik atau bank selain bank sistemik.
Keempat, terkait pengaturan pengelolaan lalu lintas devisa bagi penduduk Indonesia. Penggunaan devisa bagi penduduk termasuk ketentuan mengenai penyerahan, repatriasi, dan konversi devisa dalam rangka menjaga kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan.
Sumber Republika, edit koranbumn