Induk usaha atau holding pertambangan BUMN mengklaim kinerja operasional dan keuangan masih terjaga diposisi yang aman. Sebagai induk perusahan tambang plat merah, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) meyakinkan bahwa kondisi kas dan EBITDA holding tetap kuat di tengah tekanan pasar dan harga komoditas seperti sekarang.
Pada awal pekan ini, Moody’s Investor Services mengubah outlook Inalum menjadi negatif dari sebelumnya stabil. Meski begitu, perusahaan rating ini tidak mengubah peringkat Inalum dan obligasi senior yakni tetap di Baa2.
Menurut Moody’s, prospek negatif mencerminkan operasi bisnis yang lebih lemah dari kinerja beberapa anak perusahaan Inalum, terutama karena kontraksi margin di tengah harga komoditas yang turun.
Inalum, yang kini juga disebut sebagai Mining and Industri Indonesia (MIND ID) ini pun menanggapi hal tersebut. Corporate Secretary MIND ID Rendi A. Witoelar mengatakan, peringkat yang tetap di peringkat investasi Baa2 masih mencerminkan kepercayaan yang tinggi dari lembaga pemeringkat.
Rendi meyakinkan, posisi cash holding masih kuat dengan mengantongi lebih dari Rp 20 triliun. Sementara itu, EBITDA berada di angka Rp 10,4 triliun. Tak hanya itu, akses holding ke perbankan maupun pasar obligasi masih positif. Kondisi itu diperkuat dengan beragamnya komoditas tambang penting yang dimiliki oleh anggota holding.
“Akses ke perbankan dan bond market kami masih bagus. Selain itu, portofolio komoditi kita yang beragam mulai dari emas, batubara, nikel, timah, alumunium, bauksit, feronikel, tembaga, merupakan material-material primer yang dibutuhkan dunia, baik di masa kini dan masa depan,” terang Rendi kepada Kontan.co.id, Kamis (16/4).
Rendi mengatakan, kinerja holding yang kurang mentereng di tahun lalu sejatinya sudah terprediksikan. Hal itu terjadi seiring dengan melemahnya harga komoditas, dan sejumlah proyek strategis hilirisasi yang masih berjalan.
Pada tahun ini, tekanan serupa memang belum mereda. Apalagi ditambah dengan kondisi pandemi Corona. Namun, Rendi yakin, kinerja holding pertambangan BUMN bisa membaik pada tahun depan.
Rendi bilang, kinerja keuangan holding pada tahun depan juga diperkokoh oleh kontribusi dari PT Freeport Indonesia (PTFI). Pasalnya, mulai tahun 2021, PTFI mulai mengalirkan dividen kepada MIND ID yang kini menggenggam 51,2% saham perusahaan tembaga terbesar tersebut.
“Kinerja akan menanjak di 2021 seiring dengan mulai dibayarkannya dividen PTFI setelah produksi mereka kembali normal dengan selesainya peralihan dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah,” terang Rendi.
Di sisi lain, Moody’s mengungkapkan bahwa tingkat likuiditas Inalum lemah. Sumber kas Inalum tidak cukup untuk memenuhi persyaratan belanja modal di seluruh grup. Perusahaan ini juga memiliki utang jatuh tempo senilai US$ 1 miliar selama 12 bulan-18 bulan ke depan.
Berdasarkan catatan Kontan.co.id yang merujuk pada Laporan Keuangan tahun 2019, anggota holding MIND ID yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki utang di atas satu triliun.
PT Bukit Asam Tbk ( PTBA ) misalnya, memiliki nilai utang usaha secara keseluruhan sebesar Rp 1,02 triliun. Sementara untuk PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), memiliki total liabilitas sebanyak Rp 12,06 triliun.
Sedangkan PT Timah Tbk (TINS) memiliki utang yang akan jatuh tempo pada tahun ini sebesar Rp 8,79 triliun. Hal ini pun dikhawatirkan akan membebani kondisi keuangan perusahaan atau pun holding, apalagi di tengah kondisi pandemi seperti sekarang.
Namun terkait dengan utang tersebut, Rendi menekankan bahwa pihaknya optimistis setiap anak usaha MIND ID memiliki manajemen plan dalam mengelola risiko utang tanpa membebani induk usaha. Oleh sebab itu, Rendi yakin kewajiban pembayaran utang akan tetap tertunaikan tanpa menggoyang kinerja perusahaan maupun holding pertambangan.
“Sangat yakin tidak akan terganggu, (anak usaha)sudah pasti menyiapkan manajemen plan,” tandasnya.
Sumber Kontan, edit koranbumn