Kinerja dari PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM), sudah dalam jalur tepat terbukti dari pertumbuhan yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, penajaman bisnis harus terus dilakukan perseroan.
Telkom Group pekan lalu melaporkan pencatatan Laba bersih 2019 Rp 18,66 triliun. Yang mana pertumbuhan signifikan pendapatan Digital Business Seluler (23,1) dan pendapatan IndiHome (28,1) menjadi Lokomotif pertumbuhan perseroan.
Pada segmen Mobile, Telkom melalui entitas anak Telkomsel, masih mengukuhkan diri sebagai operator dengan basis pelanggan terbesar di Indonesia, yaitu 171,1 juta pelanggan dengan pengguna mobile data tercatat sebanyak 110,3 juta pelanggan.
Menurut Ekonom dari Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jawa Barat, Acuviarta Kartabi, berdasarkan rekapitulasi data terakhir ekonomi makro miliknya, pertumbuhan ekonomi makro Indonesia hanya tumbuh 2,97 persen namun pertumbuhan lapangan usaha TIK tumbuh 9,81 persen atau hampir double digit.
“Jadi, kalau kinerja Telkom terus moncer dalam beberapa tahun terakhir, saya kira memang tidak terlepas dari perkembangan bisnis digital, data, dan TIK yang Telkom kembangkan. Saya kira apa yang dilakukan manajemen sekarang sudah on the right track, kita bisa melihat di semua lini terus tumbuh,” ujar Acuviarta, Kamis (4/6).
Acuviarta mengatakan, kemampuan PT Telkom meningkatkan pertumbuhan laba pada satu sisi, juga diikuti kinerja yang semakin baik dalam menekan biaya operasional. Prinsipnya, secara korporasi, potensi ekonomi di bisnis telekomunikasi mampu dikelola dan dimanfaatkan TLKM secara optimal. Sehingga, menjadi pendorong utamampendapatan dan laba perusahaan.
“Itu poin penting yang menjadi value utama bisnis Telkom. Saya juga menilai, dalam banyak hal, kondisi kinerja Telkom merefleksikan kondisi industri telekomunikasi secara nasional,” katanya.
Hal senada disampaikan founder aplikasi analisa saham TetraXchange sekaligus founder komunitas saham Teman Trader, Luqman El Hakiem. Menurutnya, kinerja TLKM relatif baik dibandingkan emiten sejenis sekalipun sedang masa pandemi sekarang.
“Saat pandemi, saham TLKM sempat sentuh harga terendah Rp 2.450, level ini terakhir dialami pada Minggu ke-2 Februari 2015. Walaupun terkoreksi tajam, tapi akhir pekan ini (akhir Mei 2020,red) sudah pulih ditutup di harga Rp 3.150,” katanya.
Sementara menurut Dosen Sekoleh Teknik Elektro Informatika ITB, Dimitri Mahayana, kinerja PT Telkom terus bertambah kuat karena selaras dengan karakter bisnis TIK yang simultan kenaikan kebutuhan masyarakat Indonesia ke layanan bisnis tersebut.
Menurutnya, posisi fundamental itu perlu dipertajam dengan fokus bisnis perusahaan pada tiga elemen utama penopang bisnis eksisting maupun masa depan. Yakni broadband, cloud, dan big data. Melalui cara ini, maka Telkom makin beranjak dari perusahaan operator telekomunikasi ke digital telecommunication company.
Sumber Republika, edit koranbumn