Bank-bank badan usaha milik negara (BUMN) telah merilis laporan keuangan periode 30 Juni 2020. Keempat bank pelat merah tersebut kompak mengalami koreksi perolehan laba pada paruh pertama tahun ini.
Lantas, bagaimana kinerja bank syariah yang menjadi anak usaha bank BUMN?
Tiga bank umum syariah yang menjadi anak usaha Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) membukukan kinerja yang bervariasi. PT Bank BRI Syariah Tbk. dan PT Bank Syariah Mandiri mampu membukukan pertumbuhan laba, sebaliknya laba PT Bank BNI Syariah justru tertekan sepanjang semester I/2020.
BRI Syariah menjadi bank syariah BUMN dengan pertumbuhan laba paling kencang yaitu 229,6 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp117,2 miliar. Namun secara nominal, laba anak usaha BRI itu, masih di bawah capaian BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri.
Pembentukan laba BRI Syariah ditopang oleh pendapatan penyaluran dana yang mencapai Rp1,94 triliun, tumbuh 19,75 persen yoy. Di sisi beban, komponen bagi hasil untuk pemilik dana investasi dapat diturunkan sebesar 16,85 persen (yoy) menjadi sebesar Rp523,83 miliar. Total pendapatan setelah distribusi bagi hasil mencapai Rp1,42 triliun atau tumbuh 43,03 persen yoy. Perkembangan ini membuat laba operasional BRI Syariah tumbuh 257,41 persen yoy, dari Rp57,83 miliar menjadi Rp206,69 miliar.
Setali tiga uang, berdasarkan laporan bulanan Juni 2020 (unaudited), Bank Syariah Mandiri membukukan laba Rp720,87 miliar. Laba periode tersebut tumbuh 30,93 persen yoy. Mandiri Syariah akan melaporkan kinerja semester I/2020 secara resmi pada esok hari, Selasa (25/8/2020).
Di lain pihak, BNI Syariah membukukan laba sebesar Rp267 miliar sepanjang semester I/2020. Perolehan tersebut turun 15,24 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 senilai Rp315 miliar.
Direktur Layanan dan Jaringan BNI Adi Sulistyowati menyampaikan pada semester I/2020 BNI Syariah tetap menunjukkan pertumbuhan aset dan DPK cukup baik di tengah pandemi Covid-19. Sampai dengan Juni 2020, aset BNI Syariah mencapai Rp50,79 triliun atau tumbuh 19,52 persen yoy, serta DPK mencapai Rp43,64 triliun atau tumbuh 20,15 persen yoy.
Kenaikan DPK didominasi oleh dana murah, dengan rasio CASA yang konsisten meningkat dari 63,48 persen pada Juni 2019 menjadi 67,83 persen pada Juni 2020. Dari sisi penyaluran dana, BNI Syariah fokus melakukan mitigasi risiko pembiayaan akibat dampak Covid-19, sehingga pembiayaan BNI Syariah turun 108 persen (yoy) atau mencapai Rp31,32 triliun.
“Faktor tersebut menjadi salah satu penurunan laba yang tercatat Rp267 miliar di posisi Juni 2020, turun dari Rp315 miliar di posisi Juni 2019,” katanya dalam paparan kinerja BNI Kuartal II/2020, pekan lalu.
Penurunan profitabilitas juga tercermin dari rasio keuangan BNI Syariah yaitu return on asset yang tercatat turun dari 1,97 persen pada Juni 2019 menjadi 1,34 persen pada Juni 2020. Hal tersebut juga menyebabkan kenaikan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), dari 79,8 persen pada Juni 2019 menjadi 84,10 persen pada Juni 2020.
“Dalam menghadapi penurunan kondisi ekonomi diakibatkan dampak covid ini, ke depannya BNI Syariah juga akan terus lebih berhati-hati dalam melakukan pembiayaan dan terus menjaga likuiditas,” jelasnya.
Lebih lanjut, beberapa strategi utama yang akan dilakukan BNI Syariah pada tahun ini yaitu menjaga kualitas aset dan memitigasi risiko ke depan. Selanjutnya, menjaga porsi dana mura (CASA), menurunkan cost of fund, efisiensi operasional, ekspansi pembiayaan secara prudent. Selain itu, perseroan juga meningkatkan sinergi group, dan optimalisasi migrasi bisnis Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh.
Sumber Kontan, edit koranbumn