Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi mengaku bahwa mereka masih belum memiliki kepastian hukum yang lebih kuat pascadibentuk setelah bubarnya BP Migas.
Wakil Kepala SKK Migas Fataryani Abdurahman mengatakan bahwa hingga saat ini status dari SKK Migas masih terombang-ambing karena tidak adanya UU yang kuat dalam pembentukan badan pelaksana itu.
Dia mengatakan, pihaknya pernah berharap dengan terbitnya UU Omnibuslaw Cipta Kerja, terdapat kejelasan terkait dengan status hukum pada kegiatan hulu migas, tapi pada kenyataannya hal itu tidak jadi dicantumkan dalam UU sapu jagat itu.
“Kami sangat berharap cepat selesai. Walaupun saat ini ada dasar hukumnya SKK Migas, tapi di bawah UU,” katanya dalam webinar Webinar Seri-3 Bimasena Energy Dialogue, Jumat, (13/11/2020).
Dia menjelaskan bahwa dalam UU Migas 2001, badan pelaksana tidak hanya mengatur di bagian hulu, tapi juga mengatur bagian hilir.
Sementara itu, dalam RUU Migas dikabarkan badan pelaksana hulu dan hilir akan kembali digabung. Namun, Fatar belum mengetahui secara pasti pembentukannya.
“Namun, nanti di RUU Migas ini rencananya digabung kembali. Nah, ini jadi pertanyaaan, bagaimana bentuknya? Apakah benar ini harus dibubarkan dari MK [Mahkamah Konstitusi]?” ungkapnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn