PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri masih membutuhkan sejumlah dukungan untuk tercapainya percepatan penyehatan keuangan perseroan.
Direktur Utama Asabri Wahyu Suparyono menyampaikan, beberapa dukungan yang tengah diupayakan perseroan, antara lain permohonan pembayaran unfunded past service liability (UPSL), pemulihan aset investasi, dan mendorong penyesuaian premi untuk program Tabungan Hari Tua (THT).
Menurut Wahyu, pembayaran UPSL ini menjadi hal material dan sangat dinantikan perseroan karena berupa uang tunai yang dapat digunakan untuk memperbaiki struktur permodalan perseroan. Saat ini, perseroan masih menantikan keputusan Menteri Keuangan atas besaran UPSL yang akan dibayarkan pemerintah.
“Kami harapkan bisa turun persetujuan rupiahnya ini di 2022 sehingga ini akan memperbaiki struktur finansial kami dan struktur solvabilitas kami di 2022,” ujar Wahyu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (25/1/2022).
Berdasarkan bahan paparan yang disampaikan Wahyu, hasil perhitungan UPSL yang dilakukan oleh aktuaris independen adalah sebesar Rp4,5 triliun. Namun, nilai tersebut belum dapat memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengharuskan perusahaan asuransi memiliki cadangan teknis minimal sebesar nilai tunai. Untuk memenuhi ketentuan OJK ini, nilai UPSL menjadi Rp6,3 triliun.
Asabri juga masih menantikan pengembalian aset investasi yang dijanjikan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro senilai total Rp11,53 triliun dan mengupayakan penguasaan aset yang menjadi jaminan atau aset sitaan dari proses hukum yang tengah berjalan atas kasus tindak pidana korupsi di Asabri. Per 5 Juli 2021, nilai aset sitaan pengadilan yang diperoleh dari rekapitulasi Jampidsus mencapai Rp15,27 triliun.
Selain itu, Asabri juga mengusulkan kepada pemerintah untuk segera melakukan penyesuaian premi untuk program THT sebagai solusi menurunkan klaim rasio untuk memastikan kesinambungan Asabri ke depan. Saat ini, iuran peserta untuk program THT adalah sebesar 3,25 persen dari gaji pokok ditambah tunjangan istri dan anak.
“Kami usul idealnya premi [THT] 4-5 persen. Setelah penyehatan, berikutnya kepada sustainable dari premi ini, sebab sementara pencadangan bear di sisi underwritting akan sangat jauh kalau tidak dilakukan penyesuaian,” kata Wahyu.
Berdasarkan laporan keuangan unaudited per 31 Desember 2021, ekuitas Asabri masih minus Rp4,7 triliun. Posisi ini lebih baik dibandingkan posisi per 31 Desember 2020 yang mencatatkan minus Rp13,3 triliun.
Sumber Bisnis, edit koranbumn