PT Timah Tbk (TINS) mendapatkan angin segar dari tingginya harga nikel dunia di awal tahun ini. Buktinya saja, saat ini harga nikel masih anteng bertengger di atas US$ 30.000 per ton.
Sekretaris Perusahan Timah, Abdullah Umar mengatakan kinerja awal tahun ini jauh lebih baik dibanding periode yang sama pada tahun lalu. “Namun untuk angkanya baru bisa disampaikan pada saat rilis kinerja kuartal I 2022 di akhir bulan April ini,” jelasnya
Abdullah mengatakan, pada dasarnya Timah berusaha meningkatkan produksi dan efisiensi untuk memanfaatkan momentum naiknya harga komoditas terutama logam timah.
Melansir laporan keuangan Timah di sepanjang 2021, segmen nikel berkontribusi sekitar 1,7% ke pendapatan Timah. Pendapatan dari nikel tumbuh 11% yoy menjadi Rp 221,86 miliar dari sebelumnya Rp 199,93 miliar di sepanjang 2020.
Secara keseluruhan, Timah mencatatkan pendapatan Rp 14,6 triliun atau turun 3,99% yoy dari sebelumnya Rp 15,21 triliun di 2020. Adapun segmen bisnis yang memberikan kontribusi paling besar ialah logam timah senilai Rp 12,38 triliun.
Di tahun lalu TINS mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 483% menjadi Rp 1,3 triliun dibandingkan 2020 yang rugi Rp 341 miliar. Hal ini ditopang oleh ditekannya beban pokok pendapatan yang turun hingga 21% menjadi Rp 11,17 triliun dibandingkan 2020 yang senilai Rp 14,09 triliun.
Di sisi lain, melesatnya harga komoditas timah di pasar internasional pada tahun lalu memberikan kesempatan yang istimewa bagi TINS karena biaya produksi yang rendah sehingga pihaknya mampu menjual komoditasnya di harga yang tinggi.
Sumber Kontan, edit koranbumn