PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatatkan nilai restrukturisasi kredit selama masa pandemi hingga 31 Desember 2020 senilai Rp 123,4 triliun yang terdiri dari 543.758 debitur. Adapun nilai tersebut merupakan 16,2 persen dari total baki kredit di bank ini.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan dari nilai restrukturisasi tersebut, terdapat 10 persen debitur yang termasuk dalam high risk dan akan masuk dalam kategori kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada tahun ini. Namun sebesar 90 persen lainnya masih baik dan akan mengalami recovery di 2021.
“Berdasarkan analisa 10 persen sampai 11 persen dari debitur yang masuk kategori high risk yang memiliki kemungkinan tidak bisa survive dari pandemi sehingga akan downgrade ke NPL saat tenor restrukturisasi selesai pada 2021. Dan sebesar 90 persen dari debitur masih ada kemungkinan besar survive,” ujarnya kepada wartawan Kamis malam.
Dari nilai restrukturisasi tersebut, senilai Rp 33,9 triliun dari 336.819 merupakan debitur UMKM. Sedangkan Rp 89,6 triliun atau 206.939 nasabah merupakan debitur non UMKM. Menurutnya para debitur yang mendapatkan fasilitas restrukturisasi ini seluruhnya merupakan debitur yang sehat sebelum masa pandemi.
Permintaan restrukturisasi kredit paling tinggi terjadi pada kuartal kedua tahun lalu, terutama setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan POJK 11/2020 yang memberikan ruang kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi.
“Kalau kita lihat tren approval atau permintaan restrukturisasi dari Maret sampai Desember, tiga bulan terakhir jauh melandai, semakin sedikit permintaan restrukturisasi karena sebagian besar sudah diproses pada tiga bulan atau enam bulan pertama,” ucapnya.
Berdasarkan data dari OJK, hingga 4 Januari 2021 lalu nilai restrukturisasi perbankan telah mencapai Rp 971,08 triliun yang berasal dari 7,57 juta debitur
Sumber Bisnis, edit koranbumn