Bank Syariah Indonesia (BSI) menyatakan industri perbankan syariah tetap mengalami pertumbuhan yang kuat meski di masa pandemi. Pertumbuhan yang dicatat bahkan bisa melampaui perbankan konvensional.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan industri perbankan syariah di Indonesia selama 2021 mencatat pertumbuhan aset 13,9 persen menjadi Rp 694 triliun. Sementara, pembiayaan juga menemus Rp 422 triliun atau tumbuh 6,9 persen dari tahun lalu.
Di satu sisi, dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah juga tumbuh 15,3 persen tahun lalu menjadi Rp 549 triliun. “Kita bandingkan dengan perbankan konvensional, aset syariah lebih baik bahkan pembiayaan lebih baik,” kata Hery dalam dalam Pembukaan Multaqa Nasional ke-7 Alumni Al-Azhar Mesir Indonesia di Mataram, Sabtu (19/3/2022).
Tercatat sepanjang tahun lalu, aset perbankan konvensional tercatat Rp 9,6 triliun atau tumbuh 9,9 persen di bawah pertumbuhan syariah. Adapun pembiayaan pertumbuhannya hanya 5,12 persen atau senilai Rp 5.475 triliun.
Menurut Hery, perkembangan di Indonesia menjadi sangat menarik untuk menangkap peluang di industri perbankan syariah global. Pasalnya, aset keuangan syariah global diproyeksi akan terus tumbuh dan tembus 4,9 triliun dolar AS pada tahun 2025 dari posisi 3,3 triliun dolar AS tahun 2020 lalu. Sebanyak 70 persen aset saat ini merupakan aset industri perbankan syariah.
Selain itu, industri perbankan Indonesia secara umum memberikan pertumbuhan dan return tertinggi di antara negara anggota G20. Di mana, pertumbuhan aset periode 2015-2019 tumbuh 10 persen sedangkan return of assets (RoA) 1,9 persen.
Hal itu tentu tak lepas dari peran perbankan syariah. Sebab, ia menilai terdapat preferensi masyarakat yang kuat untuk memilih perbankan syariah. Hal itulah yang membuat bank syariah mampu melampaui perbankan konvensional dengan potensi pasar yang sangat besar. “Ini menjadi kekuatan yang solid dan berharga,” katanya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Indonesia terus menciptakan pengusaha muslim baru sekaligus ekosistem industri halal. Pasalnya, Indonesia telah memiliki Bank Syariah Indonesia yang menjadi pusat perbankan syariah nasional dan harus dimanfaatkan.
Erick menyebut ekonomi Indonesia diprediksi akan tumbuh terus hingga 2045 yang akan menempatkan Indonesia menempati peringkat keempat ekonomi terbesar di dunia. Dengan kata lain, Indonesia akan menjadi negara ekonomi muslim terbesar di dunia.
Sementara itu, populasi muslim dewasa kelas menengah akan tumbuh dari 161 juta orang menjadi 184 juta orang. Dari segi pendapatan, pangsanya akan makin kuat dari 39 persen menjadi 57,6 persen.
“Namun ada yang menggelitik. Ketika bicara ekonomi keislaman, kita sangat konsumstif (produk halal) dan itu nomor empat terbesar di dunia tapi ketika bicara produksinya, lima besar pun tidak masuk. Jadi ada yang salah. Kita hanya tumbuh konsumsinya tapi produksinya tidak,” kata Erick.
Di saat yang bersamaan, Indonesia sudah memiliki Bank Syariah Indonesia (BSI) yang menjadi bank terbesar nomor tujuh di Indonesia dengan total nilai aset Rp 265 triliun. Nilai pembiayaan BSI sepanjang 2021 mencapai Rp 171,2 triliun, naik 9,3 persen dari tahun sebelumnya.
“Pembiayaan tumbuh, tapi ketika kita benchmarking dengan Malaysia, (porsi) pembiayaan (syariah) itu sampai 50 persen sedangkan Indonesia baru 20 persen. Artinya ada yang salah,” ujarnya
Karena itu, kata Erick, Indonesia harus memiliki peta jalan sendiri bukan peta jalan yang meniru Amerika Serikat atau China. Pemerintah tidak anti-asing tapi sudah seyogyanya pasar Indonesia yang besar dinikmati oleh masyarakat sendiri, bukan oleh bangsa lain.
Hal itu tentu membutuhkan pengusaha, termasuk pengusaha muslim yang didukung lewat pembiayaan syariah. “Tentu tidak cukup dengan mendorong BSI saja, dengan peta jalan sendiri, kita harus ciptakan pengusaha muslim baru, ekosistem industri halal, ini yang harus diutamakan. Namun kita terus kembangkan ekosistem di BUMN,” katanya.
Sumber Republika, edit koranbumn