Pemerintah dinilai perlu memastikan aturan yang tidak menambah beban fiskal negara dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).
Seperti diketahui, Pasal 40 RUU EBT menyebut bahwa ada kewajiban pembelian listrik dari pembangkit energi terbarukan oleh badan usaha milik negara (BUMN).
Pengamat Ekonomi Energi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mukhtasor menjelaskan, idealnya politik keekonomian yang tepat bagi Indonesia adalah pembangunan dari atas ke bawah.
Menurutnya, kewajiban bagi BUMN untuk membeli listrik dari pembangkit EBT menimbulkan dua dampak, yakni risiko kelebihan pasokan listrik dan kenaikan biaya pokok produksi listrik.
Di sisi lain, kata Mukhtasor, pada Pasal 51 terdapat kewajiban pemerintah membayar selisih pembelian dari pembangkit EBT dengan biaya pokok penyediaan pembangkit listrik dalam bentuk kompensasi.
“Maka APBN akan mendapatkan tekanan tambahan. Kalau APBN dalam kondisi kaya raya mungkin kita optimistis, tetapi kalau APBN sekarang kan sedang terbebani untuk membiayai penanganan Covid-19,” ujarnya dalam Bincang-Bincang METI: Apa Kabar RUU EBT?, dikutip Minggu (15/8/2021).
Apabila anggaran negara terbatas, kata dia, ada risiko pemerintah tidak dapat membayar kompensasi. Dengan begitu, akan langsung berdampak kepada potensi kenaikan harga listrik yang ujungnya membebani masyarakat.
“Maka kalau perekonomian akan tertekan, artinya perekonomian akan terganggu,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Andi Yuliani Paris meminta keseriusan pemerintah untuk membahas RUU EBT.
Dengan begitu, sesuai dengan peta jalan, rancangan beleid tersebut dapat disahkan pada akhir Desember 2021. Hanya saja, lanjutnya, ada beberapa poin dalam RUU EBT yang masih memerlukan masukan publik.
“Ini yang kami ingin mendengar komentarnya. Di Pasal 40 disebutkan terdapat kewajiban BUMN terhadap pembelian listrik energi terbarukan. Kalau ada kewajiban, biasanya ada sanksi yang mengikuti,” kata Andi.
Di sisi lain, pada poin berikutnya dijelaskan bahwa pemerintah pusat dapat menugaskan badan usaha milik swasta yang memiliki wilayah usaha ketenagalistrikan untuk memberi tenaga listrik yang dihasilkan.
Dalam ayat kedua terkandung kata dapat, bisa dimaknai berbeda. “Jadi berbeda, kalau BUMN harus membeli,” imbuh Andi.
Sumber Bisnis, edit koranbumn