PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mengumumkan akan melakukan pembelian kembali atau buyback saham maksimal senilai Rp 1,17 triliun. Buyback tersebut akan dieksekusi selama tiga bulan dari 22 Juli hingga 23 Oktober 2021.
Pengumuman buyback tersebut datang tak berselang lama dari pengajuan rencana penambahan modal negara (PMN) sebesar Rp 7 triliun kepada parlemen. Sejalan dengan itu, BNI membidik dana rights issue sebesar Rp 11,7 triliun.
Novita Anggraeni Direktur Keuangan BNI menegaskan, program buyback saham tersebut tidak kontradiktif dengan wacana penambahan modal perseroan. Pada akhirnya, saham hasil buyback akan dilepas kembali sehingga tidak berdampak pada permodalan perusahaan.
“Saham hasil buyback akan dilepas kembali ke publik baik dengan cara dijual kembali melalui bursa efek (sellback), program ESOP/MSOP atau metode lain yang diatur dalam Peraturan OJK,” kata Novita
Dia menjelaskan, buyback dinilai perlu karena harga saham BNI saat ini sudah tidak mencerminkan fundamental perusahaan. Price to book (PBV) value BBNI per 30 Juni 2021 sebesar 0,75 kali atau telah jauh berada di bawah rata-rata PBV selama 10 tahun yang sebesar 1,60 kali. Nilai PBV ini juga lebih kecil bila dibandingkan dengan peers.
Sementara kinerja BNI terus menunjukkan tren pemulihan di tengah situasi pandemi yang masih berlangsung, didukung program transfromasi yang sedang berjalan, kualitas asset, biaya dana (cost of fund), serta transformasi digital yang terus membaik.
BNI telah mendapatkan persetujuan OJK per tanggal 14 Juli 2021 untuk melaksanakan buyback berdasarkan POJK No.2/POJK.04/2013 dan SEOJK No.3/SEOJK.04/2020
Sebagai perusahaan publik yang sahamnya dimiliki banyak pemegang saham individual dan institusi, BNI berkomitmen untuk memberikan imbal hasil yang optimal bagi setiap pemegang saham.
Program buyback dapat memberi sentimen positif ke pasar modal karena program ini menunjukkan keyakinan manajemen BNI bahwa valuasi saham BNI masih murah dan belum mencerminkan perbaikan kinerja fundamental.
Selain itu, program buyback ini juga dapat mengurangi tekanan harga saham yang berarti berdampak positif bagi pemegang saham BNI.
Menurut Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, kedua aksi korporasi itu memang terkesan kontradiktif.
Namun, harga saham BNI sepanjang tahun ini sudah turun cukup dalam sehingga BNI perlu melakukan buyback untuk menunjukkan kepada investor bahwa saham perseroan masih prospektif ke depan.
“Sementara rights issue tahun 2022 menunjukkan bahwa BNI memiliki rencana yang lebih besar seiring dengan peningkatan modal,” jelasnya.
Sumber KOntan, Edit koranbumn