Dalam kondisi pandemi Covid-19, segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masih menjadi fokus utama pemerintah dan regulator. Hal ini ditunjukkan dengan telah dikeluarkannya sederet stimulus bagi segmen UMKM, mulai dari restrukturisasi, subsidi bunga hingga penjaminan kredit.
Namun, ada juga segmen yang menjadi sorotan yakni ritel semisal kredit pemilikan rumah (KPR). PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sebagai penguasa pasar KPR mengatakan pihaknya terus mendorong debitur untuk tetap mengajukan kebutuhan keringanan selama pandemi.
Tapi di sisi lain, Direktur Keuangan Bank BTN Nixon Napitupulu juga menyebut saat ini pihaknya terus mendorong transaksi digital baik untuk nasabah maupun pengajuan kredit.
“Misalnya saja, transaksi mobile banking kami naik 30% dalam tiga bulan terakhir, jumlah penggunanya juga tumbuh lebih dari 30%. Angka yang bahkan kita tidak pernah lihat sebelumnya,” katanya dalam video webinar di Jakarta, Selasa (21/7).
Menurut Nixon, walau banyak kerugian yang dialami akibat pandemi, kondisi saat ini memang memaksa nasabah untuk lebih aktif menggunakan layanan perbankan digital.
Misalnya saja, meskipun masih ada aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sebagian wilayah, calon pembeli rumah tetap aktif mencari hunian melalui fitur digital seperti BTN Properti. Catatan BTN menunjukkan, jumlah pengunjung BTN Properti sampai akhir Juni 2020 tercatat telah mencapai 2,6 juta.
Tapi di sisi lain, tetap saja permintaan kredit perumahan masih lesu. “Mungkin sudah terbiasa, mau tidak mau kalau beli rumah harus melihat fisiknya. Lalu persoalan kedua, untuk jual beli rumah akadnya masih belum bisa dilakukan secara online,” sambungnya.
Namun, bank bersandi bursa BBTN ini tidak berkecil hati. Sebab, menurut Nixon sejak bulan April-Juni 2020 masih terdapat pemberian kredit baru walau jumlahnya jauh dibanding situasi normal.
Selain itu, perseroan juga masih melakukan restrukturisasi kredit bagi sejumlah debitur. Setidaknya saat ini sudah ada 212 ribu debitur BTN yang selesai direstrukturisasi, mayoritas diantaranya atau lebih dari 200 ribu merupakan debitur KPR sisanya dari pengusaha alias pengembang. “Paling banyak yang mereka minta adalah penundaan pembayaran tenor 6 sampai 12 bulan,” ungkapnya.
Sumber Kontan, edit koranbumn