Ketahanan Pangan turut menjadi bagian dari perhatian dunia, tak terkecuali negara-negara anggota G20. Konflik yang terjadi di belahan dunia lain telah membawa dampak pada krisis ekonomi, energi dan pangan yang terjadi di berbagai negara lainnya. Untuk itu, penguatan ekosistem pangan nasional menjadi hal yang urgen bagi Indonesia. ID FOOD sebagai BUMN Holding Pangan terus berupaya memperkuat ekosistem pangan dengan meningkatkan inklusivitas bagi petani, peternak, dan nelayan, serta menjadi perusahaan pangan berkelas dunia.
Dalam penyelenggaraan Forum Business 20 (B20) yang menjadi bagian dari KTT G20 di Bali, 15-16 November 2022, ID FOOD menjajaki perluasan kerja sama di bidang pangan dengan Uni Emirat Arab (UEA). Pada pertemuan bisnis ini dilakukan pembahasan potensi kerja sama lainnya guna peningkatan sektor perdagangan pangan di antaranya palm fruit, dan Indonesia tropical fruit, kolaborasi pelaku usaha pangan dan private sector lokal Indonesia.
Setelah menjadi holding pangan di Januari 2022, ID FOOD kini tengah melakukan 5 fokus prioritas. Kelima fokus prioritas tersebut adalah ketersediaan pangan dengan optimalisasi produksi dalam negeri, peningkatan mutu pangan untuk makanan bergizi seimbang, kesinambungan dengan pelestarian lingkungan untuk generasi mendatang, pelaksanaan operational excellence berbasis teknologi, dan menjaga keterjangkauan dengan memastikan keseimbangan manfaat dan biaya untuk stabilisasi harga dan inflasi.
Ekosistem pangan terintegrasi ID FOOD dari hulu hingga hilir diharapkan mampu meningkatkan inklusivitas kesejahteraan bagi petani, peternak dan nelayan. Mulai dari produksi pangan diantaranya komoditas beras, jagung, gula, ikan, produksi dan budidaya Day Old Chicken (DOC) dan penggemukan sapi, serta komoditas garam. Selain memproduksi, ID FOOD juga bergerak di pengolahan hasil olahan pangan, penyimpanan pangan (cold storage) serta sektor perdagangan dan logistik sebagai komitmen dalam menjaga ketersediaan pangan memenuhi kebutuhan masyarakat.
ID FOOD juga bersinergi dengan PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara III (Persero), Perum Perhutani, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Asuransi Jasa Indonesia, dan PT Asuransi Kredit Indonesia dalam program Makmur untuk mendukung ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Melalui program Makmur, petani mendapat berbagai pengawalan teknis dan budidaya pertanian secara komprehensif dan berkelanjutan termasuk pendampingan, akses permodalan dan akses pasar.
Program ini tentunya wujud kolaborasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga, Kementerian, swasta, UMKM, Petani. Hal ini sejalan dengan yang diamanahkan Menteri BUMN Erick Thohir untuk bergotong royong membangun ekosistem Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani di Indonesia.
“Kunci dari ketahanan pangan terletak pada ekosistem yang dibangun oleh kita sendiri. Kita harus menguasai rantai pasok yang tak hanya akan memakmurkan para petani Indonesia, tapi juga punya peran akan kebutuhan pangan dunia. Ini selaras dengan keinginan Presiden Joko Widodo, bahwa Indonesia harus membangun sebuah BUMN pangan yang kuat untuk merealisasikan visi Indonesia 2045 di sektor peningkatan ketahanan pangan nasional,” ungkap Erick Thohir[1] .
Tidak hanya ID FOOD, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) sebagai Holding BUMN Perkebunan juga turut berperan dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Selain berpartisipasi dalam program Makmur sebagai pendamping petani rakyat sekaligus off-taker, berbagai skema inovatif juga dilakukan oleh perusahaan ini. Sebagai contoh adalah pelaksanaan sistem BULE atau tumpangsari kedelai di lahan perkebunan tebu dengan potensi lahan seluas 150.000 hektare untuk menggenjot produksi kedelai dalam negeri yang saat ini tak sampai 10% dari kebutuhan nasional. Selain itu, Holding BUMN Perkebunan ini juga tengah bekerja sama dengan ID FOOD dan perusahaan susu asal Belanda untuk memaksimalkan penggunaan lahannya sebagai kawasan peternakan sapi perah terintegrasi. Pengembangan industri susu segar dalam negeri ini dilakukan karena tingkat kebutuhannya yang tinggi yakni mencapai 4,4 juta ton per tahun. Namun, produksi susu segar dalam negeri baru mencukupi 21 persen dari kebutuhan nasional.
Dalam rantai industri pangan global, PT Pupuk Indonesia (Persero) juga telah memperluas peluang kerja sama perdagangan Ammonia, Urea, NPK dan produk lain dengan membuka kantor perwakilan di Kota Dubai, UAE pada akhir Oktober lalu. Melalui ekspansi ini, Pupuk Indonesia diharapkan dapat lebih memperluas bisnis trading-nya serta memperoleh akses yang lebih luas terhadap bahan baku dan pengembangan industri lainnya. Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk terbesar di Asia memainkan peran penting dalam perdagangan pupuk dunia. Pada tahun 2021, volume ekspor urea Pupuk Indonesia mencapai sekitar 2 juta ton, sedangkan ekspor ammonia mencapai 715 ribu ton. Tidak hanya urea, Pupuk Indonesia memiliki beragam jenis produk seperti NPK/NPS, dan/atau ZK yang juga diekspor ke sejumlah negara. Pada tahun 2022, Pupuk Indonesia diprediksi akan meraih nilai pendapatan sebesar USD 6 miliar atau meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury menyebutkan bahwa pembukaan kantor perwakilan di Dubai oleh Pupuk Indonesia merupakan langkah yang sangat strategis karena ada tiga inisiatif yang dikembangkan Pupuk Indonesia ke depan. “Pertama adalah memastikan bahwa mereka memiliki keunggulan operasional, termasuk efisiensi rantai pasok. Kedua terkait ketahanan dan optimalisasi pangan, di mana pupuk menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan untuk memiliki ketahanan pangan yang lebih baik. Ketiga, kami juga percaya bahwa Pupuk Indonesia juga dapat menjadi salah satu produsen produk-produk yang terkait dengan green and circular economy, seperti melalui green ammonia, green hydrogen, atau dalam jangka menengah termasuk blue ammonia dan blue hydrogen,” ujar Pahala. Ke depannya, kantor perwakilan di Dubai ini ditargetkan dapat di-scale up menjadi trading company yang dapat memberikan EBITDA uplift kepada Pupuk Indonesia Group.
Selain itu, Kementerian BUMN baru-baru ini juga menggandeng negara Kanada melalui Canadian Commercial Corporation (CCC) untuk bekerja sama dalam hal ketahanan pangan serta produk dan jasa agrikultural. Kerja sama tersebut tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani di hari kedua pelaksanaan SOE International Conference di Bali Nusa Dua Convention Center, Oktober lalu. Kerja sama ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang dihadapi Indonesia, salah satunya kenaikan harga komoditas pangan yang diakibatkan kelangkaan pasokan. “Kita melihat bahwa kerja sama strategis antara Indonesia dan Kanada yang meliputi namun tidak terbatas pada potash, gandum, biji-bijian, dan kedelai memiliki peranan yang sangat penting”, tutur Pahala.
Di samping meningkatkan produksi, Kementerian BUMN bersama-sama dengan BUMN terkait juga terus meningkatkan sisi pemasaran produk pangan Indonesia yang saat ini telah menembus pasar dunia, salah satunya pada komoditi kopi dan teh. Melalui program PMO Kopi Nusantara, Kementerian BUMN berupaya untuk menciptakan ekosistem bisnis kopi yang berkelanjutan dari hulu hingga hilir. Fokus pengembangan komoditas ini adalah petani rakyat yang saat ini menghasilkan 96% dari total produksi kopi nasional. Awal September lalu, BUMN menyelenggarakan Pasar Kopi: Indonesian Coffee Market di Amsterdam dengan membawa 97 jenis produk turunan kopi yang berasal dari 11 daerah di Indonesia dan nilai transaksi sebesar 5,6 juta USD. Belanda dipilih karena memiliki potensi besar sebagai hub perdagangan kopi Indonesia dan Uni Eropa yang menjadi konsumen kopi terbesar di dunia dengan total konsumsi hingga 2,5 juta ton kopi di periode 2020/2021.
Pada komoditas teh, PTPN Holding telah melakukan ekspor ke Seattle, Amerika Serikat, untuk digunakan oleh Starbucks yang mempunyai 32 ribu gerai di 79 negara. Produksi teh PTPN yang melimpah dan berkualitas dihasilkan oleh lebih dari 20 ribu hektare areal perkebunan dengan total produksi mencapai 50 ribu ton teh kering per tahun.