Daftar hitam merupakan istilah yang telah lama digunakan di dunia untuk menggambarkan daftar orang yang dicurigai dan tidak dapat dipercaya. Dalam sebuah artikelnya di laman AdExchanger, Andrew Kraft menyebutkan, istilah daftar hitam telah ada sejak tahun 1600 – an.
Kini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menggunakan frase yang sama dalam perjuangannya membersihkan perusahaan – perusahaan negara dari anasir negatif, dalam hal ini para koruptor. Boleh jadi, bukan kebencian pribadi yang mendasari pembuatan daftar hitam ini, namun ada semangat ingin melindungi BUMN dari orang – orang yang tidak tepat dan mencegah penggunaan uang rakyat untuk kepentingan individu.
Semangat Erick ini, sejalan dengan upaya global yang kini sedang membuncah di dunia. Salah satunya ditunjukkan Presiden Grup Bank Dunia David Malpass yang memilih untuk mewaspadai setiap potensi terjadinya korupsi dengan menerbitkan daftar hitam koruptor yang menggerogoti dana Bank Dunia.
“Korupsi tidak memiliki tempat dalam pembangunan,” tegas Malpass dalam sebuah artikel di laman Bank Dunia, Oktober 2022 lalu.
Malpass tidak bekerja sendiri. Dia mengajak Integrity Vice Presidency (INT), Office of Suspension and Debarment (OSD), dan Sanctions Board dalam upayanya itu.
INT adalah unit independen dalam Grup Bank Dunia yang bekerja untuk mendeteksi, menghalangi, dan mencegah penipuan dan korupsi dalam operasi yang dibiayai oleh Grup Bank Dunia, staf Grup Bank Dunia, atau vendor perusahaan.
Adapun OSD adalah tingkat pertama dari sistem ajudikatif Bank Dunia dan bertugas meninjau secara tidak memihak apakah ada cukup bukti bahwa entitas yang diselidiki oleh INT telah terlibat dalam pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi dan, jika demikian, menentukan sanksi yang sesuai.
Sementara Sanctions Board merupakan pengadilan administrasi independen yang berfungsi sebagai tinjauan tingkat kedua dan terakhir untuk kasus sanksi yang diperkarakan.
Setali tiga uang. Yang dilakukan Erick Thohir kali ini pun ekuivalen dengan Bank Dunia. Erick tidak bekerja sendiri dalam mempersiapkan Daftar Hitam itu.
Erick mengajak Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit terhadap BUMN yang dituju. Hanya Presiden RI yang dapat mencabut hasil audit BPKP tersebut.
“Saya dorong black list. Core value AKHLAK benar – benar harus dijaga. Yang sudah terindikasi korupsi akan di-black list. Di audit oleh BPKP, yang bisa mencabut hanya Presiden. Bukan saya (Menteri BUMN) yang mencabut karena nanti terkesan politis,” ujar Erick Thohir dalam acara Peringatan Hari Ibu di Jakarta, 22 Desember 2022 lalu.
Sebelumnya Erick mendorong 4 agenda besar di Kementerian BUMN, salah satunya adalah Blacklist.
Tiga agenda besarnya adalah Pertama, membuat Blueprint 2024 – 2034. Kedua, adanya omnibus law versi BUMN, dimana 45 Permen akan diciutkan menjadi 3 Permen saja. Ketiga, melihat kembali kinerja dana pensiun di BUMN.
Erick juga menekankan perlunya dua hal dalam menjalankan BUMN dengan Core Value AKHLAK. Pertama, adanya kepemimpinan yang kuat. Kedua, adanya sistem atau SOP.
“Tidak mungkin kepemimpinan tanpa sistem atau SOP, akan menjadi absolut korup. Begitu juga jika ada sistem tetapi tidak ada kepemimpinan, maka bisnis tidak akan jalan juga, text book, cuma jago buat makalah,” ujar Erick.
Hapus Paradigma
Mencegah korupsi merupakan langkah yang tepat untuk melindungi hasil kerja BUMN yang kini terus meningkat signifikan.
Erick pun mengingatkan bahwa usahanya dalam menghapus paradigma BUMN itu sarang korupsi atau perusahaan dengan utang besar terus berjalan. Seluruh BUMN diminta berusaha membuktikan bahwa paradigma itu keliru.
Saat ini, Erick sudah membawa BUMN secara keseluruhan mencatatkan peningkatan laba dari Rp 124,7 triliun tahun 2021 menjadi Rp 155 triliun pada 9 bulan pertama 2022.
Kontribusi BUMN terhadap negara meningkat Rp 68 triliun dalam 3 tahun terakhir, yaitu dari Rp 1.130 triliun pada sebelum Covid – 19 menjadi Rp 1.198 triliun pada Kuartal III tahun 2022.
Mayoritas BUMN juga sudah jauh meninggalkan zona dominasi utang dalam pengelolaan keuangannya, atau sehat. BUMN telah menurunkan tingkat utang dibanding modal dari 38% menjasi 34%.
“Pada kegiatan usaha biasanya 70% berupa pinjaman atau utang. Kemudian, modalnya 30%. Nah, di BUMN modalnya itu 60% lebih dibandingkan utangnya. Artinya apa, kita sehat,” pungkasnya.
Sumber KBUMN, edit koranbumn