PT Bahana Sekuritas memperkirakan bahwa penerimaan negara berpotensi bertambah hingga Rp60 triliun karena berlakunya sejumlah aturan mengenai pajak pertambahan nilai atau PPN.
Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro, Rami Ramdana, dan Drewya Cinantyan menilai bahwa pemerintah tampak cukup agresif dalam memperluas daftar barang kena pajak. Hal tersebut terlihat dari 14 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi aturan turunan Undang-Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Langkah agresif itu akan memengaruhi penerimaan negara cukup signifikan karena PPN merupakan salah satu penopang perpajakan Indonesia.
Saat ini, PPN dalam negeri menyumbang 30 persen dari pendapatan pajak tahunan Indonesia senilai Rp1.500 triliun, sehingga kenaikan tarif PPN akan mendorong penerimaan negara.
“Perkiraan awal kami menunjukkan bahwa kenaikan PPN dapat menghasilkan Rp60 triliun [0,3 persen dari PDB] pendapatan pajak tambahan,” tulis Putera, Rami, dan Drewya dalam risetnya, Kamis (7/4/2022).
Bahana menilai bahwa perluasan barang kena pajak ternyata melebihi perkiraan sejumlah pihak. Hal tersebut membuat penerimaan PPN bisa lebih tinggi dari perkiraan saat ini.
Pemerintah melakukan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti mengenakan pajak pada sektor ekonomi baru, dari fintech hingga layanan pengiriman paket oleh e-commerce.
Bahana menilai bahwa berdasarkan langkah itu, pengenaan pajak digital atas transaksi e-commerce dan biaya transportasi online akan segera menyusul.
“Kenaikan PPN menargetkan sektor-sektor dengan pertumbuhan tinggi seperti komoditas dan transaksi digital, yang menyiratkan potensi pendapatan yang kuat pada tahun-tahun mendatang,” tulis ketiganya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn