“Bank Syariah Indonesia termasuk yang mendapatkan Rp10 triliun,” kata Anggoro dalam konferensi pers Kinerja Triwulan II 2025 BSI, Senin (22/9/2025).
Anggoro melihat kebijakan pemerintah tersebut berdampak positif terhadap peningkatan likuiditas perbankan dan penyaluran kredit ke sektor riil.
Selain itu, adanya penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke bank milik negara diharapkan dapat memberikan efek rambatan atau multiplier effect terhadap ekonomi nasional.
“Kita melihat dampak positifnya tentu saja peningkatan likuiditas perbankan, juga penyaluran ke sektor riil dan harapannya tentu saja multiplier pada ekonomi,” ujarnya.
Terkait dengan penyaluran dana tersebut, Anggoro menyebutkan bahwa BSI fokus kepada unique sharia products serta islamic ecosystem. “Bagaimana kita mendorong value chain, seperti industri makanan halal, fesyen halal, wisata halal, dan sebagainya, yang diharapkan dapat menggerakkan ekonomi nasional dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Lebih jauh, dengan penempatan dana pemerintah tersebut serta penurunan suku bunga acuan, rasio pembiayaan terhadap simpanan (financial to deposit ratio/FDR) mengalami perbaikan dari 91% menjadi 86%.
Perseroan pun meyakini pertumbuhan pembiayaan hingga akhir tahun dapat berada pada level dua digit, sebagaimana realisasi pada semester I/2025 yang tumbuh 13,9% YoY.
Sebagaimana diketahui, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa pada Jumat (12/9/2025) resmi mengalihkan Rp200 triliun kas pemerintah di BI ke sistem perbankan untuk menjaga likuiditas dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.276/2025, Purbaya menempatkan dana pemerintah Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) di lima bank, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS).
Perinciannya, BRI, BNI, dan Bank Mandiri masing-masing sebesar Rp55 triliun, BTN sebesar Rp25 triliun, dan BSI sebesar Rp10 triliun. Penempatan anggaran jumbo tersebut digunakan untuk pertumbuhan sektor riil.
Besaran dana yang ditempatkan pemerintah mempertimbangkan kapitalisasi masing-masing bank. Inilah alasan mengapa pembagian dana jumbo Rp200 triliun tidak sama rata.
Sumber Bisnis, edit koranbumn
















