Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) merupakan kebijakan yang mengangkat sudut pandang makro yang lebih luas, dan holistik. Masing-masing Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus memberikan kontribusi sesuai core.
Arya Dwi Paramita, Vice President CSR and SMEPP Management PT Pertamina (Persero), mengatakan regulasi baru mengajak semua untuk memahami bagaimana CSR tidak hanya sekadar donasi dan community development.
“Selain itu, kita juga perlu kolaboratif. Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan perlu kolaborasi,” kata Arya dalam Solusi Kebersamaan E2S (SUKSE2S) bertajuk Visi Top Management BUMN dalam Program TJSL, beberapa waktu lalu.
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara kembali merubah peraturan terkait Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan BUMN dengan diterbitkannya Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-05/MBU/04/2021. Peraturan tersebut diklain sebagai penyempurnaan dari Permen BUMN Nomor PER-09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkugan BUMN sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Permen BUMN PER-02/MBU/04/2020 tentang perubahan ketiga atas Permen 2015.
Menurut Arya, di sektor energi Pertamina melihat Permen TJSL dari sisi mitigation dan share value sustainability.
“Bagaimana yang relevan dengan industri kita. Harus ada yang fokus sesuai core kompetensi. Di sektor energi adalah untuk kepentingan pengembangan, kehadiran perusahaan energi pasti akan memberikan ketahanan energi,” kata Arya .
Pertamina juga melihat Kementerian BUMN sudah membuat cluster sesuai industrinya. Pertamina melalui direktur utama juga sudah menyampaikan ke Kementerian BUMN strategi yang dilakukan Pertamina.
“Pasti memang akan beririsan dengan industri lain. Kami melihat dari seluruh aspek perusahaan,” katanya.
Pertamina, kata Arya, menjalankan program yang berbasis masyarakat. Permen BUMN Nomor 5 saling berkaitan dengan Permen LHK, ada irisan yang saling mendukung.
“Contoh kami menjalankan program dari PHM. Di Kalimantan kami bertemu dengan dinas LHK lalu diarahkan untuk memanfaatkan sampah yang bisa menghasilkan gas methan,” ungkapnya.
Riki F Ibrahim, Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero), mengatakan kebijakan baru Program TJSL perusahaan BUMN merupakan upaya pemerintah mengantisipasi atau melaksanakan perbaikan. Kebijakan saat ini yang tengah mengalami pandemi Covid-19, transisi energi, tentunya harus segera bangun inovasi dan melakukan terobosan.
“Kami sebagai satu satu BUMN yang khusus melaksanakan pembangunan PLTP, termasuk eksplorasi harus menyikapi bagaimana melakukan transisi,” kata dia.
Selain itu, lanjut Riki, bagaimana operasionalnya dan hubungannya dengan masyarakat, juga tidak lupa dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan. Capaian development goals 2030 melalui program TJSL.
“Ini kewajiban kita semua tidak hanya BUMN, namun juga swasta juga harus mengambil bagian lebih dalam hal ini,” kata dia.
Kegiatan TJSL merupakan komitmen perusahaan dan membangun yang sifatnya sustainable. Selama ini kami sudah lakukan sesuai kapasitas perusahaan. Tentu hal ini harus juga dikaitkan dengan bagaimana adanya manfaat dengan ekonomi, sosial lingkungan dan hukum serta tata kelola serta terukur dampaknya dapat dipertanggungjawabkan dan merupakan bagian dari pendekatan bisnis perusahaan.
“Pandangan kami positif Kementerian BUMN mendorong empowerment kepada perusahaan-perusahaan. Kami sebagai kepanjangan bumn maka harus unik harus berikan contoh kepada swasta. Inilah pemerintah buktikan bahwa kepedulian terhadap sosial itu penting. Kita harus bangun creating share value,” ungkap Riki.
Agus Yuswanta, Vice President CSR PLN, mengatakan PLN merespon Permen TJSL dengan membentuk organisasi agar Permen bisa diimplementasi.
“CSR biasanya hanya dikenal dengan CID, namun saat ini sudah tidak lagi. Bagaimana kami merencanakan program CSR, tentunya kita harus mengetahui isu-isu yang berkembang, lalu memetakan stakeolder siapa saja yang terlibat lalu mengintegrasikan dalam SDGs,” ungkap Agus.
Abdullah Umar, SVP Corporate Secretary PT Timah Tbk, mengatakan perubahan kebijakan TJSL lebih ke bagaimana melihat pencapaian yang sifatnya program kemitraan, melihat bagaimana pencapaian dampak berkelanjutan. Jadi bagaimana TJSL itu komitmen perusahaan terhadap pembangunan keberlanjutan perusahaan. Ada 17 tujuan dalam SDGs yang kita bagi dalam 4 pilar, sosial, ekonomi, hukum dan tata kelola.
Bagaimana perusahaan bisa komitmen, kita buat laporan tersendiri yang diaudit penyalurannya seperti apa. Sebagai perusahaan terbuka harus diaudit, dan ada laporan terpisah. Inilah bagian dari komitmen dan tanggung jawab perusahaan,” katanya.
“Kita harus bisa menterjaemahkan menjadi program yang dirasakan manfaatnya bagi masyarakat. Timah sebagai perusahaan tambang itu pada saat eksplorasi membangun tempat baru kemudian buat peradaban baru dan bagaimana berikan manfaat bagi lingkungan,” kata Abdullah.
Sumber Kontan, edit koranbumn