PT Fitch Ratings Indonesia menetapkan outlook stabil dan peringkat nasional jangka panjang BBB+(idn) untuk obligasi yang diterbitkan PT PP Properti Tbk (PPRO) senilai Rp 800 miliar yang akan jatuh tempo pada tahun 2022.
Obligasi ini merupakan penerbitan tahap kedua dari penawaran umum berkelanjutan PPRO sebesar Rp 2 triliun. Sebelumnya PPRO pun menerima peringkat BBB+ (idn).
“Setelah penerbitan kedua ini, PPRO akan memiliki sekitar Rp 534,5 miliar sisa PUB,” kata Salman Alamsyah, analis utama Fitch Ratings dalam pengumuman pemeringkatan, Senin (21/1).
Obligasi baru PPRO ini merupakan kewajiban senior tanpa jaminan. PP Properti berencana untuk memakai sekitar 44% dari dana obligasi untuk keperluan modal kerja, sekitar 46% untuk pembayaran akuisisi lahan dan investasi lainnya, dan sisanya sekitar 10% untuk refinancing utangnya.
Peringkatan outlook stabil dan peringkat nasional jangka panjang BBB+ yang diberikan pada PPRO salah satunya didasari oleh prapenjualan apartemen yang kuat, proyek terdiversifikasi, dan lokasi proyek atraktif di kota-kota besar.
Fitch memperkirakan prapenjualan teratribusi PPRO akan meningkat dari Rp 3 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 4,7 triliun di tahun 2021 dengan EBITDA margin sekitar 21%-23% di tahun 2019-2021. Di sisi lain, investasi akuisisi lahan pada periode tersebut akan terbatas karena PPRO telah memiliki cadangan lahan yang cukup.
Fitch menilai, peringat PPRO akan naik jika prapenjualan teratribusi di atas Rp 3 triliun secara berkelanjutan tanpa terjadi pelemahan pada profil finansial. Sedangkan peringkat bisa terpengaruh negatif jika prapenjualan teratribusi PPRO turun di bawah Rp 1,5 triliun secara berkelanjutan, dan adanya pelemahan likuiditas yang berdampak pada ketidakmampuan PPRO untuk membiayai proyek dan membayar utang.
Fitch melihat, PPRO memiliki likuiditas yang cukup untuk membiayai utang jatuh tempo Rp 334 miliar hingga akhir 2019. Per September 2018, PPRO memiliki kas Rp 709 miliar. “Fitch memperkirakan, PPRO membutuhkan dana eksternal tambahan dalam jangka menengah untuk pembayaran akuisisi lahan di 2019, untuk mendanai biaya konstruksi yang tinggi dalam empat tahun ke depan dan untuk refinancing kewajiban utang,” imbuh dia.
Sumber Kontan Edit koranbumn