PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatat penurunan pendapatan 30,14 persen menjadi US$768,12 juta pada kuartal I/2020. Penurunan pendapatan tidak terlepas dari pandemi Covid-19 yang membuat sejumlah negara membatasi bahkan melarang penerbangan.
Berdasarkan laporan keuangan Garuda Indonesia per Maret 2020, pendapatan Garuda Indonesia lungsur karena kontributor utama dari penerbangan berjadwal juga turun 29,23 persen menjadi US$654,52 juta.
Sementara itu, pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal justru mengalami kenaikan. Penerbangan charter memberi kontribusi pendapatan US$5,31 juta, naik 85,44 persen pada kuartal I/2020. Adapun, kontribusi pendapatan lainnya, menurun 36,96 persen menjadi 108,27 juta.
Gambaran pendapatan Garuda Indonesia bisa dilihat di setiap wilayah segmen operasi. Emiten bersandi saham GIAA memiliki sembilan wilayah operasi di ranah domestik dan internasional.
Pendapatan perseroan mayoritas dikontribusi oleh segmen domestik. Secara total kontribusi operasi domestik mencapai US$650,14 juta, turun 29,97 persen terhadap posisi kuartal I/2019 senilai US$928,43 juta.
Kontributor pendapatan domestik paling besar adalah wilayah operasional Jakarta yang menyumbang US$570,68 juta. Penurunan kontribusi pendapatan dari Jakarta juga paling rendah di ranah domestik, hanya 26,5 persen.
Penurunan paling besar terjadi pada kontribusi pendapatan dari wilayah Medan, yakni 53,79 persen menjadi US$13,9 juta. Adapun, dua wilayah lainnya, Surabaya dan Makassar, masing-masing memberikan pendapatan US$43,54 juta dan US$22 juta.
Wilayah Operasi Luar Negeri
Dari luar negeri, kontribusi pendapatan didapatkan dari lima wilayah operasi, yakni Tokyo, Sydney, Amsterdam, Shanghai, dan Singapura. Secara total, kontribusi pendapatan dari wilayah internasional mencapai US$117,97 juta turun 18,9 persen secara tahunan.
Tokyo menjadi kontributor pendapatan terbesar dari luar negeri dengan pendapatan sebesar US$59,58 juta. Namun demikian, terjadi penurunan pendapatan sebesar 28,43 persen dari wilayah operasi tersebut.
Adapun, wilayah operasi yang mengalami penurunan paling signifikan adalah Shanghai. Kontribusi pendapatan dari wilayah tersebut turun 35.519,75 persen secara tahunan, menjadi US$9,14 juta.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra sebelumnya selama pandemi Covid-19, pendapatan perseroan turun sekitar 90 persen dari periode normal. Hal ini juga membuat sekitar 70 persen armada pesawat milik tidak terbang atau grounded, dan karyawan, termasuk pilot dirumahkan sementara.
“Para analis industri penerbangan tampaknya [juga] sepakat bahwa pemulihannya hanya akan kembali pada akhir 2022. Jadi, kami mesti berhadapan dua setengah tahun lagi untuk situasinya membalik seperti sebelum Covid-19,” ujarnya dalam acara webinar Indonesia Brand Forum 2020, Rabu, (1/7/2020).
Dia menyatakan perseroan menyiapkan sejumlah strategi untuk bertahan di situasi sulit ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggenjot potensi pendapatan kargo, termasuk memanfaatkan pesawat penumpang.
“Saya tetap optimistis Garuda akan bangkit. Yang perlu dicatat, hingga sekarang Garuda tetap terbang. Dan hingga sekarang terus menunjukkan peningkatan,” ujarnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn