PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) masih berjibaku untuk bisa selamat dari beban utang yang menumpuk, sekaligus berupaya menyehatkan perusahaan melalui restrukturisasi secara menyeluruh. Maskapai penerbangan nasional ini pun sedang menghadapi proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Seperti diketahui, pada 9 Desember 2021 lalu, Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan PKPU Sementara terhadap Garuda Indonesia yang diajukan oleh PT Mitra Buana Koorporindo. Dengan begitu, saat ini Garuda sedang menjalani restrukturisasi melalui proses PKPU Sementara, dengan waktu 45 hari.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio, mengungkapkan bahwa pihaknya bersama dengan sejumlah konsultan dan advisor keuangan menyiapkan proposal perdamaian kepada para kreditur/lessor. Ada sejumlah opsi dan mekanisme yang sedang didiskusikan untuk proses restrukturisasi ini.
Di antaranya melalui penerbitan zero coupon bond dan surat utang (notes). Maupun penerbitan saham baru yang dalam pelaksanaannya akan tunduk pada ketentuan yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan pasar modal.
“Tidak terbatas juga kondisi-kondisi dilakukan perpanjangan kewajiban secara konvensional, untuk jumlah-jumlah yang dianggap bisa terjangkau,” ujar Prasetio dalam paparan publik virtual, Senin (20/12).
Adapun jadwal pelaksanaan PKPU Sementara akan dimulai dengan rapat kreditor pertama pada Selasa, 21 Desember 2021. Sedangkan batas akhir pengajuan tagihan bagi para kreditor berlangsung pada Rabu, 5 Januari 2022.
“Di dalam rapat kreditur pertama, kami berharap kreditur yang hadir bisa mendengarkan mengapa Garuda masuk dalam proses PKPU. Harapan kami yang saling menguntungkan ke para kreditur, vendor supplier, bonds holders, sukuk holders, dan beberapa transaksi pasar modal seperti efek beragun aset dapat diterima,” ungkap Prasetio.
Selanjutnya, rapat kreditor untuk verifikasi pajak dan pencocokan piutang digelar pada Rabu 19 Januari 2022. Lalu, rapat pembahasan rencana perdamaian sekaligus rapat pemungutan suara (voting) atas proposal perdamaian dan/atau usulan perpanjangan PKPU dilakukan pada Kamis, 20 Januari 2022.
Kemudian sidang permusyawaratan majelis hakim dalam pemutusan perkara akan digelar pada Jum’at, 21 Januari 2022. “Nantinya memutus, apakah perdamaian dicapai suatu kesepakatan homologasi atau perpanjangan PKPU,” imbuh Prasetio.
Dia menjelaskan bahwa saat ini GIAA memiliki utang mencapai US$ 9,8 miliar. Negosiasi tak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat lantaran GIAA memiliki total sekitar 800 kreditur.
Sebagai bagian dari restrukturisasi, Garuda Indonesia menawarkan win win solutions sehingga nantinya bisa mencapai kesepakatan pada titik sustainable debt. Sehingga pengelolaan utang mampu dibayar dengan new business plan yang dijalankan GIAA.
Untuk mendukung perbaikan kinerja, Garuda berharap ada pemulihan jumlah penumpang yang signifikan pada tahun depan. “Kami harapkan traffic recovery akan mulai tumbuh pada tahun depan mencapai 40%. Kemudian 2023 meningkat lagi dan diharapkan pada 2024 dengan pandemi yang berlalu, traffic recovery akan kembali normal,” tandas Prasetio.
New Garuda Business Plan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan bahwa proposal restrukturisasi awal yang telah disampaikan kepada sebagian besar kreditur disusun berdasarkan new business plan yang dijalankan Garuda Indonesia. Adapun poin pokok dalam New Garuda Business Plan tersebut bertumpu pada tiga prinsip, yakni: simple, profitable, dan full service.
Tiga prinsip tersebut direalisasikan ke dalam empat strategi. Pertama, mengoptimalkan route network, sehingga Garuda Indonesia hanya akan mengoperasikan rute-rute penerbangan yang menguntungkan (profitable). Dalam pemilihan rute ini, fokus Garuda tertuju pada rute-rute penerbangan domestik, serta rute-rute internasional tertentu yang juga mempertimbangkan penerbangan kargo.
Kedua, menyesuaikan jumlah pesawat Garuda dan Citilink agar selaras dengan route network yang telah dioptimalkan. Hal ini dilakukan berbarengan dengan simplifikasi tipe pesawat untuk mendapatkan efektifitas dan efisiensi operasional.
“Kami ambil pendekatan berbeda dari sebelumnya, yang menyediakan pesawat sebanyak-banyaknya. Pengalaman mengajarkan, itu tak terlalu tepat. Kami akan sesuaikan (pesawat) dengan demand yang ada. Memang, ada angka-angka yang kami masukkan dalam business plan, tapi saat ini masih menunggu hasil negosiasi maupun PKPU,” jelas Irfan.
Selanjutnya, strategi ketiga dalam New Garuda Business Plan ialah melakukan renegosiasi kontrak sewa pesawat dengan mengupayakan untuk bisa memperoleh skema berbasis variable cost. Sedangkan strategi keempat adalah meningkatkan kontribusi pendapatan kargo melalui optimalisasi belly capacity dan digitalisasi operasional.
“Jadi business plan kami nomor satu itu profitable, bukan ekspansi, bukan terbang kemana-mana dengan pesawat sebanyak-banyaknya. Kami akan menyederhanakan pesawat, menyesuaikan jumlah pesawat sesuai demand, dan hanya akan terbang kalau (rute) itu profitable,” tegas Irfan.
Sumber Kontan, edit koranbumn