PT Garuda Indonesia (Persero) meminta negosiasi pembayaran dengan para pemegang surat utang sukuk global perseroan. Surat utang senilai US$500 juta itu akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020 tersebut.
Permintaan tersebut tercantum dalam surat perseroan kepada pemegang sukuk pada 29 April 2020. Perseroan meminta para pemegang sukuk untuk mengungkap nilai pokok kepemilikan masing-masing investor melalui agen identifikasi perusahaan.
Emiten bersandi saham GIAA itu telah menunjuk PJT Partners sebagai penasihat keuangan untuk membantu proses dialog tersebut. Perseroan akan membentuk komite diskusi bersama pemegang sukuk dan PJT Partners.
Lewat surat yang ditandatangani oleh Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal itu, perseroan menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 menghadirkan tantangan berat bagi industri penerbangan secara global. Perseroan menyatakan diskusi ini merupakan bentuk upaya pengelolaan likuiditas secara proaktif di tengah tantangan tersebut.
“Perusahaan mengambil langkah-langkah untuk memastikan kesejahteraan pekerja dan pelanggan sambil mengelola likuiditas secara proaktif dalam menghadapi ketidakpastian bagi industri penerbangan. Perusahaan terus menilai semua opsi, khususnya terkait dengan Sukuk,” tertulis dalam surat, dikutip pada Jumat (1/5/2020).
Dihubungi secara terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia membenarkan upaya diskusi dan negosiasi bersama para pemegang sukuk tersebut. Perseroan, lanjutnya, akan dibantu sepenuhnya oleh PJT Partners sebagai penasihat keuangan.
“Sudah ajukan konsultasi, PJT Partners yang akan bantu kami,” katanya
Untuk diketahui, GIAA memang memiliki utang obligasi dari penerbitan Trust Certificates tidak dijamin sebesar US$500 juta. Surat utang yang diterbitkan dengan nama Garuda Indonesia Global Sukuk Limited itu akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020. Per 31 Desember 2019, saldo utang ini obligasi mencapai US$498,99 juta.
Mengutip laporan keuangan 2019, maskapai pelat merah ini memiliki total pinjaman senilai US$1,83 miliar, dan pinjaman bersih senilai US$1,53 miliar. Sementara itu, posisi ekuitas mencapai US$720,62 juta.
Dengan demikian, posisi debt to equity (DER) perseroan mencapai 2,55 kali, dan net debt to equity ratio perseroan mencapai 214 persen.
Garuda Indonesia tercatat memiliki liabilitas jangka pendek yang cukup besar per akhir 2019, totalnya mencapai US$3,25 miliar. Kewajiban jangka pendek itu mendominasi total liabilitas perseroan yang mencapai US$3,73 miliar.
Dari jumlah tersebut, sebanyak US$984,85 juta di antaranya merupakan pinjaman bank. Pinjaman ini terdiri dari pinjaman bank terafiliasi sebanyak US$540,09 juta dan US$444,75 juta kepada bank pihak ketiga.
Sumber Bisnis, edit koranbumn