Grondkaart atau Peta Blok merupakan dokumen bukti dari kepemilikan aset yang merupakan kekayaan bagi suatu lembaga atau perusahaan yang harus dijaga. Ada beberapa hal yang masih menjadi perdebatan terkait kedudukan atau legalitas dari grondkaart itu sendiri. Untuk membahas persoalan tersebut dilaksanakan Seminar Nasional Keabsahan Grondkaart di Mata Hukum, yang dilaksanakan pada Kamis (6/12) di Hotel Borobudur, Jakarta. Dialog ini dipandu oleh Redaktur Ekonomi Tempo Media Grup Ali Nuryasin dan dihadiri liga narasumber, yakni pakar sejarah dan Guru Besar Fakultas Ilmu Pengelabuan Budaya Universitas Indonesia Prof Djoko Marihando Mse, Tenaga Ahli Menteri ATR/BPN Dr Iing R Sodikin Arifin, serta Kepala Sub Unit II Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri AKI’ Dr Suradi SH Mhum. Kegiatan ini dihadiri Jajaran KAI, Asisten Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Kementerian BUMN, Heri Purnomo, serta tamu undangan lainnya.
Direktur Manajemen Aset dan TI KAI Herfini Haryono menyampaikan apresiasinya atas kegiatan seminar ini, sehingga bisa menambah pemahaman terkait grondkaart. Pesatnya pengembangan perkeretaapian saal ini tentu harus didukung dengan pengamanan dan pengelolaan aset-aset sebagai salah satu modal utamanya. Sayangnya, penyerobotan dan penguasaan aset KAI oleh pihak-pihak yang tidak berhak dan secara ilegal masih marak terjadi. Selain itu, berkembangnya isu Grondkaart akhir-akhir ini di tengah masyarakat mendapatkan perhatian khusus dari sejumlah pihak salah satunya Dr Iing B Sodikin Arifin. Di tengah paparannya saat berdiskusi dengan para narasumber dalam dialog ini, ia mengatakan, “Grondkaart merupakan petunjuk kuat sebagai bukti kepemilikan sekaligus hak penguasaan penuh milik kereta api.”
Seperti diketahui, KAI merupakan BUMN dengan perjalanan panjang yang awalnya merupakan perusahaan milik Kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka dan mendapat pengakuan dari Belanda, perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda pun kemudian dinasionalisasi menjadi milik Indonesia. Berbicara mengenai aset tanah hasil nasionalisasi, maka tak terlepas dari Grondkaart. Grondkaart merupakan produk hukum masa lalu yang bersifat tetap yang sampai dengan saal ini keabsahannya diakui menurut hukum. Grondkaarl lermasuk jenis dokumen yang menerangkan status kepemilikan obyek tanah yang sah dan sempurna, bukan merupakan dari jenis obyek tanah. Grondkaart dapal dijadikan sebagai bukti kepemilikan terhadap tanah milik pemerintah yang kuat dan sempurna. Secara harfiah. grond berarti tanah dan kaart berarti peta atau berarti peta tanah. Akan tetapi, pemahamannya secara hukum menjadi sangat kuat dan sempurna karena legalitas Grondkaart memenuhi syarat hukum formil dan hukum materiil yang berlaku.
KAI sendiri sudah melakukan berbagai upaya dalam penjagaan dan pengelolaan asetnya. Bahkan. KAI sampai ke Belanda untuk menelusuri dokumen-dokumen kepemilikan asetnya. KAI juga sudah berkoordinasi dengan BPN. baik di jajaran instansi pusat maupun kewilayahan, untuk menggali informasi yang dimuat dalam Grondkaart agar diperoleh kesamaan pemahaman dalam rangka penyelamatan aset negara.
Namun, langkah penjagaan ini harus dilakukan kontinu dan konsisten. Khususnya di antara para pemangku kepentingan (stakeholder) harus segera membuat peraturan perundang-undangan terbaru yang mengatur mengenai alas hak kepemilikan dan penguasaan tanah berupa Grondkaary dan hal-hal yang berkaitan dengan Grondkaart secara lebih jelas dan terperinci sebagai alas hak. Diharapkan dengan adanya sinergi antar pihak yang terkait, maka aset-aset negara dapat dijaga dan diamankan dari tangan-tangan pihak yang tidak berhak agar dapat dikelola semaksimal mungkin demi kemajuan perkeretaapian nasional.
Sumber KAI