Apresiasi investor terhadap harga saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., dinilai akan semakin signifikan saat holding BUMN Ultra Mikro (UMi) sudah efektif berjalan seiring dengan akselerasi bisnis dari ketiga entitas perseroan.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan investor di pasar modal menyambut positif rencana pembentukan holding BUMN UMi ini. Pasalnya, investor menantikan kolaborasi tiga perusahaan negara yang selama ini dikenal kuat dalam pembiayaan dan pemberdayaan usaha wong cilik.
Adapun proses pembentukan holding hampir rampung setelah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2021 sebagai payung hukum holding BUMN UMi terbit
Beleid yang diteken Presiden Joko Widodo pada 2 Juli 2021 tersebut mengatur tentang pembentukan holding UMi yang melibatkan tiga entitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terdiri atas PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
PP tersebut juga dikeluarkan dalam rangka pemulihan ekonomi di sektor Ultra Mikro melalui holding BUMN yang dipimpin BRI, dan sebagai bentuk perwujudan visi pemerintah meningkatkan aksesibilitas layanan keuangan segmen ultra mikro. Selanjutnya, akan ada pembahasan rinci dalam RUPSLB BRI pada 22 Juli 2021 mendatang.
Reza melanjutkan, momentum ini menjadi peluang besar bagi bank berkode saham BBRI itu untuk melakukan diversifikasi bisnis. Sekaligus ekspansi pasar yang lebih masif di sektor pembiayaan segmen mikro.
Hal tersebut tegas Reza, akan menciptakan ekosistem penyaluran kredit yang lebih kuat dan berkualitas. Dengan demikian segmen usaha UMi dan UMKM lebih berdaya dan mendorong peningkatan kinerja laba holding ke depan.
“BRI akan memiliki modal lebih kuat, potensi pengembangan bisnis lebih kuat. Tentunya yang akan diperhatikan pelaku pasar ialah akselerasi dari strategi pertumbuhan setelah adanya penggabungan para entitas tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain, dia pun optimistis penerbitan saham baru (rights issue) yang akan segera digelar BRI akan mendapatkan sambutan positif dari pasar. Dia memproyeksikan, jika mengacu asumsi 90 hari ke belakang, maka harga pelaksanaan rights issue berada di kisaran Rp3.900.
Tren positif itu menurutnya akan terus berlanjut setelah holding ketiga perusahaan pelat merah itu berjalan efektif. Saham BBRI akan terakselerasi dengan cepat, bahkan memungkinkan mencetak rekor di atas Rp6.000.
“Apakah dimungkinkan bisa mencapai Rp5.000, atau Rp5.500, atau Rp6.000? Ya, bisa saja sepanjang realisasi kinerja pertumbuhan riil terlihat di mata pelaku pasar,” katanya.
Dihubungi terpisah, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan memaparkan saat ini saham BBRI diperdagangkan pada price to book value (PBV) 2,37 kali pada perdagangan Rabu (14/7/201). Angka itu masih berada di bawah level BBCA yang mencapai 4,1 kali.
Alfred memperkirakan dalam jangka pendek, arah pergerakan saham BBRI secara tidak langsung akan dikendalikan oleh harga rights issue. Kendati demikian, ke depan potensi harga saham BBRI akan lebih baik dan terdongkrak.
Optimisme itu, kata Alfred, mengacu pada kinerja PNM dan Pegadaian yang juga tak kalah positif dari BRI. Meski kapitalisasi PNM dan Pegadaian tak sebesar induk holding-nya, menilik kinerja pada tahun lalu laba kedua perseroan itu mencapai sekitar 12 persen-13 persen dari laba BRI pada tahun buku 2020.
Artinya, ke depan keuntungan usaha yang dihasilkan PNM dan Pegadaian akan cukup signifikan mendongkrak perolehan laba BRI sebagai induk holding. Faktor fundamental tersebut tentunya akan menjadi pertimbangan positif investor di pasar modal dalam mengapresiasi saham BBRI ke depan.
“Dengan ekspektasi keberhasilan sinergi maka kontribusi akan semakin meningkat dan mendorong pertumbuhan BRI ke depan. Pasca realisasi holding mikro (BUMN UMi) kami menargetkan valuasi BBRI berada di level 2,8 hingga 3,0 kali PBV,” tutupnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn