PT Indonesia Power, anak usaha PT PLN (Persero), tengah gencar mendorong implementasi co-firing biomassa pada PLTU untuk meningkatkan porsi bauran energi baru dan terbarukan (EBT).
Sejauh ini, Indonesia Power telah meluncurkan secara komersial co-firing pada dua pembangkitnya, yakni PLTU Jeranjang dan PLTU Suralaya unit 1-4.
Selain itu, perseroan juga tengah melakukan uji co-firing di PLTU Palabuhan Ratu dan PLTU Lontar. Berdasarkan roadmap co-firing Indonesia Power, co-firing pada kedua PLTU tersebut ditargetkan beroperasi komersial pada Januari 2022.
Menurut Direktur Utama Indonesia Power Ahsin Sidqi, sejauh ini uji coba co-firing di sejumlah PLTU berjalan baik dan tidak ditemukan dampak negatif dari sisi teknis.
“Sudah ada komersial empat pembangkit. Di PJB (PT Pembangkitan Jawa Bali) dua, di Indonesia Power dua pembangkit, yakni di Jeranjang dan Suralaya 1-4. Yang uji coba paling tidak sudah ada 19 [pembangkit], itu tidak ditemukan dampaknya. Di PLTU Paiton yang sudah 1 tahun dilihat di boilernya tidak ditemukan hal-hal yang negatif,” ujar Ahsin dalam coffee morning Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), Senin (21/12/2020).
Adapun co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batu bara tanpa melakukan modifikasi yang signifikan pada PLTU yang telah beroperasi.
Menurut Ahsin, co-firing ini menjadi solusi meningkatkan porsi bauran EBT dalam bauran energi nasional dengan cara yang relatif cepat, mudah, dan murah karena tanpa harus membangun pembangkit baru.
Dia menuturkan,co-firing dengan campuran biomassa sebesar 5 persen yang saat ini diimplementasikan akan memberikan kontribusi pada peningkatan EBT sebesar 2.319 megawatt (MW).
“Sehingga bauran EBT di 2025, kalau tanpa co-firing tercapai 20,63 persen. Dengan co-firing bisa mencapai 22,83 persen di 2025,” katanya.
Terdapat sebanyak 114 unit PLTU milik PLN yang berpotensi dapat dilakukan co-firing biomassa. Pembangkit tersebut tersebar di 52 lokasi dengan total kapasitas 18.154 MW.
“Di 52 lokasi kapasitas sekitar 18.000 MW dan memerlukan biomassa sekitar 4 juta ton. Tetapi, kami memasang angka sekitar 2.000 MW saja, ini tergantung kebijakan dan dorongan pemerintah ke depan, tapi itu pun sudah cukup membantu porsi EBT di masa mendatang,” katanya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn