Industri kereta api nasional terus memacu penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), seperti pada proyek pembuatan kereta ringan LRT Jabodebek yang ditargetkan bisa lebih dari 65 persen pada tahun 2019. Upaya ini dilakukan melalui sinergi antara BUMN dengan pemangku kepentingan terkait seperti pihak swasta, industri penunjang, serta industri kecil dan menengah (IKM).
“Dengan adanya proyek ini, diharapkan terjadi penciptaan lapangan kerja baru serta multiplier effect terhadap keterlibatan IKM,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai melakukan kunjungan kerja bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan di PT Industri Kereta Api (INKA), Madiun, Jawa Timur, Kamis (18/1).
Menurut Menperin, industri kereta api di Indonesia saat ini telah tumbuh dan berkembang baik dari sisi kemampuan teknologi maupun bisnisnya. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), di mana industri alat transportasi ditetapkan sebagai salah satu sektor andalan masa depan.
“Pada tahun 2015-2019, kami fokus pada pengembangan kereta api perkotaan seperti Light Rail Transit (LRT), monorail, dan Mass Rapid Transport (MRT),” ujarnya. Sementara itu, periode 2020-2035 akan difokuskan pada pengembangan kereta listrik dan magnetic levitation(maglev).
Guna mencapai sasaran-sasaran tersebut, program strategis yang dilakukan pemerintah di antaranya adalah menerapkan kebijakan terkait penggunaan produk dalam negeri, pengembangan komponen pendukung, peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM), pengembangan desain dan engineering, serta menciptakan regulasi untuk mendukung iklim usaha yang kondusif.
“Oleh karenanya, kami menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Bapak MenkoBidang Kemaritiman dan stakeholder lainnya, yang secara bersama-sama menyukseskan pembangunan proyek LRT Jabodebek,” papar Menperin. Hal ini karena telah melibatkan industri BUMN dan swasta yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya industri perkeretaapian nasional.
Airlangga menegaskan, pihaknya telah mendorong PT. INKA agar terus melakukan kegiatan pembinaan terhadap industri komponen berskala kecil dan menengah sehingga mampu menghasilkan produk yang mutunya sesuai standar dan bisa digunakan dalam industri perkeretaapian. “Upaya ini diperlukan mengingat pembinaan industri kecil menengah pada dasarnya merupakan tanggung jawab kita bersama dan seyogyanya juga menjadi komitmen kita untuk maju secara bersama,” tuturnya.
Saat ini, PT. INKA memiliki fasilitas produksi dan perakitan yang lengkap, di mana khusus untuk kebutuhan produksi LRT Jabodebek akan disiapkan dua lini produksi yang diharapkan dapat memenuhi target penyelesaian pengiriman pertama 4 Train Set pada sekitar bulan Maret 2019 dengan asumsi kontrak dimulai Januari 2018.
Mengenai proyek LRT Jabodebek, menurut Menteri Airlangga, menjadi kesempatan bagi industri kereta api nasional untuk menunjukkan daya saingnya dalam penguasaan teknologi termasuk dalam hal riset dan inovasi pengembangan industri berbasis rel. “Momentum ini kami harapkan juga menjadi peluang peningkatan kompetensi SDM melalui program pengembangan SMK dan vokasi yang link and match dengan industri. Lngkah ini pun perlu melibatkan lembaga riset dan perguruan tinggi,” ungkapnya.
Pembangunan LRT Jabodebek merupakan salah satu proyek strategis pemerintah dalam rangka untuk memberikan kemudahan dan kecepatan transportasi kepada masyarakat. Untuk pengerjaan LRT yang menghubungan Jakarta – Bogor – Depok – Bekasi ini, PT INKA (Persero) sudah mendapat dukungan keuangan sebesar Rp 4,050 Triliun dari 3 sindikasi perbankan yakni dari PT BNI (Persero) Tbk, PT SMI (Persero) dan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia.
Pada kegiatan di PT INKA ini, MenkoBidang Kemaritimandan Menperin menyaksikan penandatangan kontrak dalam rangka sinergi BUMN, yang meliputi Pengadaan Sarana LRT Jabodebek antara PT. KAI dan PT. INKA (Persero) serta Pengadaan Material dan Komponen Kereta antara PT. INKA (Persero) dengan PT. Barata Indonesia, PT. Krakatau Steel dan PT. Pindad.
Selain itu dilakukan Penandatanganan Kerja Sama antara PT. INKA dengan Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan. Kemudian, Penandatanganan Kerja Sama Peningkatan TKDN antara PT. INKA dengan IKM Penerima Program National Interest Account (NIA), serta Penandatanganan Kerja Sama Program Vokasi antara PT. INKA dengan SMK di Provinsi Jawa Timur.
Selanjutnya, Penandatanganan Nota Kesepakatan, Konsultasi dan Riset Bersama antara PT. INKA dengan BPPT, Kemenristek, Perguruan Tinggi (ITB, ITS, UNS dan UGM), serta Penandatanganan Kerja Sama Konsultasi dan Pendampingan Pembangunan Workshop INKA 2 di Banyuwangi antara PT. INKA dan BPKP Perwakilan Jawa Timur.
Pemain besar
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia saat initermasuk salah satu pemain industri manufaktur sarana kereta api terbesar di Asia Tenggara. Produk industri kereta api dalam negeri telah mampu memenuhi pesanan pasar domestik,bahkanluar negeri khususnya ke negara berkembang dan kawasan regional.
“Kami terus memacu industri perkeretaapian nasional agar dapat menguasai pasar domestik dan semakin berperan dalam supply chainindustri perkeretaapian untuk pasar global,” tegasnya.Pada tahun 2016 lalu, Kementerian Perindustrian telah mengukuhkan Asosiasi Industri Manufaktur dan Penunjang Perkeretaapian Indonesia, yaitu Indonesia Railway Component Manufacture Association (IRCMA).
Selain itu termasuk Perkumpulan Industri Kecil Kereta Api (PIKKA) yang anggotanya terdiri dari berbagai industri di bidang metal, karet, plastik serta lembaga riset, dan konsultan yang berjumlah sekitar 50 industri komponen perkeretaapian dan didalamnya termasuk PT. INKA (Persero) sebagai integrator.
“Asosiasi ini diharapkan mampu mendukung penyediaan komponen untuk kereta api produksi dalam negeri dan menjadi bagian penting dalam rantai pasok sepertiuntuk proyek LRT Jabodebek dan proyek-proyek lain sehhingga bisa menjadi player industri komponen yang berdaya saing global,” paparnya.
Menperin menyampaikan, industri penunjang dan komponen dalam negeri saat ini sudah mampu memproduksi sekitar 70 persen dari total kebutuhan komponen kereta api nasional, termasuk rangka kereta api. “Kami berharap dalam dua sampai tiga tahun ke depan,industrinya mampu menyediakan sampai 80 persen dari jumlah kebutuhan di Tanah Air,” ujarnya.
Lebih lanjut, dengan kebutuhan pengembangan kereta api yangcukup besar, industri penunjang perkeretaapian menjadi prioritas dan strategis untuk segera dikembangkan sehingga keterlibatan industri lokal dapat dipacu maksimal. Perusahaan-perusahaan BUMN yang selama ini telah memasok komponen kereta api, antara lain PT. Pindad untuk rem, PT. LEN untuk persinyalan, PT. Barata untuk bogie, dan PT. Krakatau Steel untuk bahan baku baja.
Dalam rangka pembinaan IKM, Kemenperin telah memfasilitasi kerja sama dengan para pelaku IKM baja di Tegal dan Ceper, Jawa Tengah. Langkah ini diharapkan agar kemampuan IKM dapat meningkat dan menjadi bagian rantai pasok, seperti dalam proyek pengadaan LRT.
Di samping itu, Kemenperin bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) dan PT INKA) telah mendirikan Pusat Desain dan Rekayasa Industri Perkeretaapian Nasional di Kampus ITB. Tujuannya antara lain untuk mendukung pelaksanaan kajian-kajian pengembangan perkeretaapian, pelaksanaan program riset dan pengembangan produk, pengembangan SDM, serta menjadi inkubator bisnis dan pengujian-pengujian produk.
Guna memperluas pasar ekspor, Kemenperin memacu industri kereta api nasional agar terus melakukan inovasi teknologi khususnya untuk produk-produk yang berorientasi ekspor. Selain itusecara proaktif menjalin kerja sama bisnis dan promosi dalam rangka meningkatkan akses pasar ke negara-negara yang memiliki potensi pasar cukup besar, terutama di kawasan Asia seperti Pakistan, Srilangka, Bangladesh, Filipina, Malaysia, Thailand, serta negara Zambia, Nigeria dan Mesir.
Sumber Siaran Pers Humas Kementrian Perindustrian.
koranbumn01