Untuk mengurangi impor LPG yang mencapai 70% dari total kebutuhan dalam negeri, Pertamina berupaya mencari solusi dengan mengembangkan energi alternatif sebagai pengganti. Salah satunya melalui DME (Dimethyl Ether) yang merupakan hasil gasifikasi batubara.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Perencanaan Investasi Manajemen Risiko (PIMR) Pertamina Heru Setiawan saat menjadi panelis dalam sesi diskusi di hari kedua Pertamina Energy Forum (PEF) 218, pada Kamis 29 November 2018.
“Pengembangan coal ini kami wujudkan dalam bentuk kerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk dan Air Product, ” ujarnya.
Implementasi bisnis di bidang energi tidak hanya dilakukan kerja sama dengan satu pihak. Pertamina juga melakukan kerja sama dengan perusahaan lain yang mendukung pengembangan bisnis energi alternatif yang dicanangkan BUMN ini.
Di antaranya, kerja sama dengan PT Pupuk Indonesia dan Chandra Asri Petrochemicals untuk memproduksi Urea dan Propylene. Selain itu, Pertamina juga menjalin kesepakatan dengan Kaltim Methanol untuk memanfaatkan gas dan coal menjadi methanol. Termasuk kerja sama dengan civitas akademika, seperti UNS dalam memproduksi baterai untuk kendaraan listrik.
“Kami memiliki beberapa proyek besar di bidang hulu khususnya dan hal tersebut membutuhkan investasi. Sedangkan untuk pengembangan renewable energy, kita akan melakukan partnership dan kombinasi sumber dana internasional,” jelasnya.
Sementara SVP Research & Technology Center Pertamina Herutama Trikoranto menegaskan, Pertamina selalu berupaya maksimal menjaga security of supply energy demi ketahanan energi. Karena itu, sejumlah inovasi dan investasi bisnis yang dilakukan Pertamina tentu tak lepas dari perkembangan teknologi.
“Banyak hal baru yang akan dikerjakan oleh Pertamina. Ada banyak potensi energi yang bisa dimaksimalkan, seperti biofuel, coal gasification, dan pengembangan baterai dan storage untuk mengembangkan bisnis energi baru dan terbarukan,” ujarnya.
Saat ini, Pertamina memiliki Research & Technology Center yang fokus berupaya menghasilkan inovasi dengan memanfaatkan potensi sumber daya nasional.
“Salah satunya dengan mengembangkan produksi baterai lithium. Kami ingin material baterai yang saat ini masih impor, bisa menggunakan material hasil sumber daya alam sendiri. Apalagi Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia. Targetnya, pada akhir tahun 2020-2021 kami sudah bisa memproduksi baterai lithium secara komersial,” harapnya.
Heru menambahkan, baterai tersebut sudah diproduksi namun hanya untuk keperluan penelitian seperti yang dimiliki di UNS. “Mengingat pangsa pasar yang besar, Pertamina akan membangun pabrik baterai untuk memenuhi kebutuhan pasar yang tinggi dan membuka kesempatan kerja sama dengan pihak lain untuk sharing risk, sharing investment dan akselerasi kapasitas Pertamina dalam bidang lithium baterai,” imbuhnya.
Berbagai Upaya dilakukan Pertamina agar bisa merealisasikan kemandirian energi nasional dengan memaksimalkan potensi sumber daya dalam negeri yang ramah lingkungan.
Sumber PERTAMINA