Kementerian Perindustrian terus mendorong sektor manufaktur di tanah air dapat lebih memanfaatkan teknologi industri 4.0, seperti kecerdasan artifisial (artificial intelligent/AI). Pemanfaatan teknologi baru tersebut diyakini dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas secara efisien sehingga akan mampu mendongkrak daya saing perusahaan.
Oleh karena itu, Kemenperin memberikan dukungan penuh terhadap implementasi kebijakan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (Stranas KA) 2020-2045 yang diluncurkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), bertepatan dengan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional pada Senin (10/8). Penerapan Stranas KA memiliki tujuan untuk mencapai visi Indonesia 2045.
Kebijakan tersebut digaungkan pula pada gelaran Artificial Intelligence Summit 2020 yang dilaksanakan pada 10-13 November 2020. Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan ini diyakini dapat meningkatkan produktivitas bisnis, efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, dan mendorong inovasi di berbagai sektor.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier dalam kesempatan tersebut menyampaikan pandangan tentang perlunya keselarasan antara dokumen Stranas KA 2020-2045 dengan desain Kebijakan Industri Nasional (KIN) 2020-2024 dan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.
“Stranas KA juga perlu sejalan dengan roadmap Making Indonesia 4.0 yang kini menetapkan tujuh sektor industri prioritas, yaitu indusri otomotif, elektronik, makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, kimia, farmasi, serta alat kesehatan,” kata Taufiek di Jakarta, Jumat (13/11).
Dirjen ILMATE menegaskan, implementasi Stranas KA diharapkan dapat menekan impor teknologi. Artinya, kemampuan anak bangsa harus dioptimalkan dalam segala bidang khususnya penerapan aplikasi AI di sektor industri sejalan dengan target subtitusi impor 35% pada tahun 2022.
“Kami ingin semua sumber knowledge kemampuan AI dengan machine learning dan deep learning dapat dihasilkan dari pusat pusat riset baik institusi riset maupun universitas dengan menekankan spesialisasi bidang tertentu dan berkolaborasi untuk peningkatan kemampuan AI di dalam negeri,” tuturnya.
Menurut Taufiek, dalam dokumen Stranas KA harus dipisahkan antara pemanfaatan AI untuk tujuan ekonomi dan non-ekonomi. “Untuk tujuan ekonomi, dokumen Renstra KA harus mengoptimalkan semua sumber daya untuk mencapai PDB nasional terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2030,” ungkapnya.
Pada saat itu, Indonesia ditargetkan menjadi negara berpendapatan tinggi. Sektor industri diproyeksikan memberikan kontribusi terbesar pada perekonomian nasional. Sepanjang triwulan III tahun 2020, industri pengolahan nonmigas memberikan kontribusi paling besar terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) nasional dengan menembus hingga 17,90%.
“Sedangkan, penggunaan AI untuk kegiatan non-ekonomi dan fungsi ketahanan nasional perlu diperkuat. Misalnya di sektor pertahanan, keamanan, kesehatan, pendidikan, serta kebencanaan dan iklim, termasuk juga pada penerapan sistem AI di bidang government,” papar Taufiek.
Dengan demikian, Stranas KA akan fokus atau mempunyai arah, target dan indikator yang terukur jelas. “Sehingga dokumen tersebut workable dan bisa dijadikan referensi pembangunan AI di Indonesia,” imbuhnya.
Taufiek pun menekankan, pentahapan dalam penguatan infrastruktur, penguasaan device maupun bisnis model harus terlihat dalam dokumen tersebut, termasuk pembinaan AI di sektor industri kecil menengah (IKM) serta upaya peningkatan skill SDM yang terampil.
“Dalam upaya itu, Kemenperin sudah membangun PIDI 4.0, Lighthouse 4.0, dan startup platform untuk IKM,” ujarnya. Diharapkan Stranas KA juga dapat mengoptimalkan sumber daya di kementerian atau lembaga yang ada di pusat maupun daerah, termasuk BUMN untuk mewujudkan target dalam peta jalan Making Indonesia 4.0 yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2018 lalu.
Sumber Kemenperin, edit koranbumn