Rencana pembentukan holding perbankan yang bertahun-tahun digodok batal direalisasikan. Dalam Renstra 2020-2024, Kementerian BUMN tak memasukkan holding perbankan, mereka akan fokus menggarap pasar utamanya masing-masing.
“Kami ingin empat bank ini benar-benar fokus terhadap keahliannya masing-masing. BRI akan kembali fokus ke mikro, saat ini 85% portofolio BRI ada di segmen UMKM. Bank Mandiri akan garap segmen wholesale dan ritel, kemudian BTN dorong kredit perumahan, sementara BNI kami akan dorong ke bisnis internasional,” ungkap Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo .
Lebih lanjut pria yang karib disapa Tiko ini menjelaskan arah kebijakan masing-masing entitas. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) misalnya akan mulai mengurangi eksposurnya ke segmen kredit menengah dan korporasi.
Eksposur segmen korporasi BRI perlahan telah mulai dipangkas, per September 2020 senilai Rp 182,3 triliun atau setara 20,7% dari total portofolio senilai Rp 877,5 triliun. Nilai tersebut telah berkurang dibandingkan akhir tahun lalu senilai Rp 191,2 triliun atau setara 22,2% dari total portofolio senilai Rp 859,6 triliun.
Sementara segmen korporasi dijelaskan Tiko akan dikomandoi oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan akan sedikit disokong oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Penentuan fokus dua entitas ini memang jadi salah satu tantangan yang diakui Tiko. Maklum, keduanya memang punya eksposur di segmen korporasi yang cukup besar.
“Diakui BNI sebelumnya memang ada overlap dengan Bank Mandiri untuk segmen korporasi. Namun pasar (korporasi) di Indonesia ini cukup besar, dan BNI masih akan bisa berpartisipasi terhadap pembiayaan sindikasi bersama Bank Mandiri. Agar risikonya juga dapat dibagi,” lanjut Tiko.
Bisnis internasional BNI memang paling unggul dibandingkan bank pelat merah lainnya. Sampai September 2020, pendapatan segmen ini telah tumbuh 27,1% (yoy) menjadi Rp 3,3 triliun. Sementara kantor cabang laur negeri bank berlogo angka 46 ini bahkan menyumbang pendapatan Rp 1,58 triliun atau setara 26,7% terhadap pendapatan perseroan sebelum pajak senilai Rp 5,93 triliun.
Makanya Tiko bilang, ke depan pengembangan BNI akan diarahkan untuk memperluas jaringannya secara global. Termasuk untuk meningkatkan layanan internasionalnya seperti pembiayaan ekspor, Letter of Credit (L/C), tresuri global, sampai menarik investor asing masuk tanah air.
“Sementara BTN akan tetap fokus kepada pembiayaan perumahan fokusnya memang untuk MBR, namun juga bisa masuk ke segmen menengah, karena kami melihat ada booming milenial sehingga ditaksir kebutuhan perumahan non MBR juga akan meningkat,” sambung Tiko
Tak cuma buat empat bank pelat merah utamanya, Kementerian juga menyiapkan sejumlah strategi sinergi baik untuk entitas bank pelat merah sampai kepada perusahaan pelat merah di sektor keuangan lainnya.
Tiga bank syariah entitas anak bank pelat merah yaitu PT Bank BRI Syariah (BRIS), PT Bank Mandiri Syariah, dan PT Bank BNI Syariah sedang dalam proses penggabungan usaha. Tiko bilang, rencana penggabungan ini bertujuan untuk menciptakan bank syariah yang berskala besar dan global. “Empat sampai lima tahun pascamerger, bisa jadi BUKU 4. Kemudian valuasi bisa dua kali book value di kisaran US$ 8 miliar-10 miliar,” jelas Tiko.
Adapun Ketua Project Management Office (PMO) penggabungan bank syariah Himbara Hery Gunardi bilang di pasar global bank hasil merger bisa berekspansi dalam penerbitan sukuk yang sejatinya masih jarang dilakukan perusahaan dalam negeri.
Ini juga akan disingerikan dengan penetrasi di dalam negeri. Mengingat potensi industri syariah juga masih besar. Hery misalnya sudah melakukan pemetaan terhadap pengembangan bank hasil merger. “Secara total ada 1.200 cabang yang dimiliki tiga bank ini, dimana ada sekitar 200 cabang yang overlapping. Kami akan relokasi ke wilayah dimana ada kehadiran tiga bank ini. Agar penetrasi pasar bank hasil merger dapat meningkat,” katanya kepada KONTAN, Kamis (10/12).
Tak cuma dari perbankan, sinergi juga akan dilakukan antar perusahaan pelat merah. Ini akan terlaksana misalnya dengan pembentukan holding pembiayaan mikro antara BRI, PT Pegadaian, dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Tiko bilang integrasi ini bakal menciptakan efisiensi bisnis sekaligus integrasi yang sangat baik. Terutama buat mendukung pembiayaan mikro yang selama ini masih belum terjangkau secara formal.
“Total ada sekitar 65-70 juta pelaku usaha ultra mikro, dan baru ada 20-25 juta yang dijangkau keuangan formal. Untuk menjangkau sisanya ini tentu dibutuhkan jaringan yang luas dan sampai ke pelosok. BRI sudah punya ini, termasuk 450.000 agen BRILink, sementara Pegadaian dan PNM yang punya usaha ultra mikro akan sulit memiliki jangkauan tersebut,” paparnya.
Makanya salah satu upaya integrasi akan dimulai dengan kerja sama layanan operasi. Tiko bilang sudah ada 75 kantor cabang BRI yang juga akan menyediakan layanan gadai dari Pegadaian dan pembiayaan Mekar dari PNM.
Selain soal integrasi bisnis, holding disebut Tiko juga bakal dapat mengurangi biaya dana alias cost of fund (CoF) terutama dari Pegadaian maupun PNM. Pendanaan dua perusahaan tersebut sebelumnya mengandalkan penerbitan ruat utang dengan kupon di kisaran 7-19%.
“Sementara di BRI ada dana melimpah, dan CoF BRI pun masih sangat rendah di kisaran 3%. Sehingga jika terjadi sinergi CoF Pegadaian dan PNM akan menurun drastis, manfaatnya bunga yang dikenakan kepada nasabah pun dapat diturunkan,” sambungnya.
Sumber Kontan, edit koranbumn