Emiten produsen baja, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) mengungkap pangsa pasar domestik perlahan diambil alih sebagian oleh produk-produk impor asal China. Alhasil, kinerja perusahaan pelat merah ini tertekan.
Direktur Utama KRAS Muhamad Akbar Djohan mengatakan, lonjakan impor baja dari China, khususnya produk baja canai panas (hot rolled coil/HRC) menekan kinerja penjualan baja perusahaannya.
“Bagi Krakatau Steel, dumping dari China berarti produksi tidak bisa optimal karena penjualan domestik tertekan, sementara biaya tetap produksi tetap harus ditanggung,” kata Akbar kepada Bisnis, Kamis (11/9/2025).
Akbar menerangkan bahwa sebagian kebutuhan pasar domestik yang mestinya dapat dipenuhi oleh produk lokal kini justru direbut oleh produk impor dengan harga dumping atau terlampau murah di bawah harga pasar.
Merujuk data Komite Antidumping Indonesia (KADI), pangsa impor baja HRC naik signifikan dari 23,5% pada 2023 menjadi 31,6% pada 2024.
Dalam laporan keuangan KRAS, pendapatan perseroan mengalami pertumbuhan 3,63% (year-on-year/yoy) sebesar US$460,82 juta pada semester I/2025.
Kendati pertumbuhan pendapatan itu diiringi dengan meningkatnya beban pokok pendapatan 7,67% yoy senilai US$426,85 juta. Alhasil, laba bruto KRAS menjadi US$33,96 juta atau terkontraksi 29,58% yoy.
Pada saat yang sama, kerugian operasional KRAS membengkak dari US$4,83 juta menjadi US$22,39 juta. Angka tersebut bisa didapat karena pemasukan dari segmen produk baja tidak sebanding dengan beban yang ada. Rugi operasi dari sektor tersebut sebesar US$64,03 juta.
Adapun, kerugian KRAS salah satunya berasal dari kinerja negatif beberapa anak usaha dan ventura bersama (joint ventures) yakni PT Krakatau Posco yang mengalami kerugian terbesar yakni US$28,22 juta.
Seiring dengan kerugian tersebut, baru-baru ini PT Krakatau Posco dan sejumlah produsen baja lainnya mengajukan permohonan penyelidikan antidumping ke KADI. Pada 1 September lalu, KADI juga telah mengumumkan dimulainya penyelidikan antidumping terhadap impor HRC non-paduan asal China dengan fokus pada Wuhan Iron & Steel Co atau WISCO.
Pasalnya, KADI telah menilai terdapat indikasi kuat adanya kerugian material yang dialami industri baja domestik serta hubungan kausal antara lonjakan impor HRC dengan kondisi kerugian industri.
Sumber Bisnis, edit koranbumn
















