Power Generator Unit (PGU) Semarang milik Indonesia Power bakal melanjutkan transisi dari sumber energi gas ke Energi Baru Terbarukan (EBT). Sebelumnya, pada 2021 lalu, Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tambak Lorok Blok 3 telah menggunakan turbin gas hidrogen yang dibangun General Electric. Tak cuma turbin, Indonesia Power juga bakal menambah generator hidrogen di lokasi tersebut.
“Kami sudah menghubungi General Electric. Ada pembangkit terbaru yang 850 MW, insyaallah beroperasi tahun ini. Kami memerlukan pasokan energi bersih yang dari hidrogen, menggantikan gas konvensional yang menghasilkan emisi karbon,” jelas Ahsin Sidqi, Direktur Utama PT Indonesia Power, Rabu (20/7/2022).
Ahdin menjelaskan bahwa hingga saat ini PGU Semarang masih menggunakan gas sebagai sumber bahan bakar. Langkah transisi dari bahan bakar gas ke hidrogen bakal dilakukan secara bertahap, mengikuti peta jalan transisi EBT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Sebagai informasi, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia, khususnya Jawa Tengah, masih sangat bergantung pada ketersediaan batu bara. Krisis energi akibat konflik Ukraina-Rusia membuat komoditas itu kini mengalami lonjakan harga.
Untuk mengatasi hal tersebut, PLN melalui Indonesia Power telah mengadopsi sistem cofiring yaitu mengombinasikan batu bara dengan biomassa. Sayangnya, aplikasi sistem cofiring itu terkendala ketersediaan bahan baku, terlebih di Jawa Tengah.
“Kita sekali lagi kekurangan bahan baku, karena untuk inisiatif orang itu masih malas. Tapi kami mensponsori, termasuk di beberapa kota,” jelas Ahdin dalam acara diskusi yang digelar Universitas Diponegoro (Undip).
Selain pemanfaatan hidrogen dan biomassa, Indonesia Power juga bakal mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan konsep pembiayaan geothermal fund. Langkah tersebut dilakukan guna mempercepat bauran pemanfaatan geothermal atau panas bumi.
Diharapkan, upaya transisi energi ke EBT dapat menekan emisi karbon yang dihasilkan dari pembangkit listrik. Pasalnya, Ahdin menjelaskan bahwa selain transportasi, kegiatan pembangkit listrik menjadi penyumbang terbesar emisi karbon.
Ahdin menambahkan, proses transisi tersebut tentunya memerlukan dukungan banyak pihak. Tak cuma perusahaan plat merah, tapi juga dari masyarakat termasuk kelompok civitas academica. “Lapangan kerja arahnya nanti akan ke sana [pemanfaatan EBT], teknologi berkembang arahnya ke sana,” jelasnya.
Sumber Bisnis,, edit koranbumn