PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk menjadi emiten pelat merah yang diperkirakan akan terdampak paling keras dari pemberlakuan larangan mudik oleh pemerintah untuk menghambat penyebaran virus corona (Covid-19).
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menyatakan dengan performa kinerja pendapatan pada kuartal I/2020 yang sudah terpukul cukup berat, maka periode ini akan menjadi tambahan beban bagi kedua perseroan.
“Kuartal I belum ada PSBB dan larangan mudik, itu baru ada di kuartal II, untuk Garuda penerbangan komersial itu sudah distop. Jadi, kalau kita lihat, penurunannya kemungkinan akan lebih besar ketimbang di kuartal I/2020,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (26/4/2020).
Garuda Indonesia menyatakan pendapatan operasional perseroan sudah turun sektiar 33 persen pada kuartal I/2020. Sementara Jasa Maga menyatakan traffic jalan tol yang menjadi penopang sumber pendapatan turun di kisaran 40 persen sepanjang Maret-April, dibandingkan periode normal.
Menurutnya, larangan mudik akan berdampak lebih ringan terhadap Jasa Marga. Pasalnya, pada periode normal, momentum mudik justru akan diiringi penurunan trafik di sejumlah ruas dalam kota. Namun, dalam kondisi ini, bisa jadi hal ini hanya akan memperparah kondisi keuangan perseroan.
Alfred berpendapat kondisi ini akan lebih keras menghantam Garuda Indonesia. Pasalnya, penerbangan domestik menjadi salah satu penopang pendapatan perseroan. Kini, perseroan hanya bisa mengandalkan penerbangan kargo yang kontribusinya terhadap total pendapatan tidak besar.
“Meskipun kargo dibilang meningkat, hanya penerbangan kargo yang sekarang mendapatkan izin, tetapi porsinya tidak begitu besar. Memang tidak lebih besar dari haji, tetapi hanya sekitar 7 persen. Tetap belum bisa mensubsidi penurunan pendapatan penumpang secara keseluruhan.”
Dia mengatakan bahwa selain proyeksi pendapatan kecemasan investor terhadap kedua emiten ini adalah dari sisi leverage utangnya yang cukup tinggi. Belum lagi, Garuda memiliki jumlah utang cukup besar yang akan jatuh tempo pada tahun ini.
Menurutnya, dua kecemasan investor juga sudah terlihat dari pergerakan saham kedua emiten ini di lantai bursa. Saham Garuda Indonesia sudah turun sekitar 65 persen secara tahun berjalan, sementara Jasa Marga sekitar 51 persen.
Dia menjelaskan harga saham Garuda Indonesia atau GIAA bertengger di level Rp167 per saham dengan price to book value (PBV) 0,4 kali. Sementara itu, saham Jasa Marga atau JSMR berada di level Rp2.550 per saham, dengan PBV sekitar 1 kali.
Kendati demikian, dia mengatakan masih ada peluang untuk mendapatkan keuntungan dari mempergangkan kedua saham ini. Menurutnya, saat pasar mendapatkan stimulus positif, dalam jangka pendek, saham kedua emiten BUMN ini akan ikut kecipratan.
Ke depan, menurutnya prospek Garuda Indonesia dan Jasa Marga juga sulit diterka, bahkan jika pandemi telah berakhir sekalipun. Trauma orang untuk bepergian akan jadi tantangan sang maskapai.
Diyakini, recovery Garuda Indonesia tidak akan terjadi dalam waktu singkat. Sementara bagi Jasa Marga, tantangan utamanya adalah menutup potensi hilangnya pendapatan di periode saat ini.
Tidak berarti orang yang menahan bepergian saat ini akan bepergian lebih sering saat larangan mudik atau PSBB sudah dicabut nanti.
Sumber Bisnis, edit koranbumn