Server Semen Indonesia yang tersentralisasi, diamankan secara berlapis, untuk menghindari gangguan eksternal pada sistem. Demikian dikatakan General Manager of Strategic ICT Semen Indonesia Ilmanza Restuadi Kurniawan, saat menerima kunjungan 25 dosen Fakultas Teknik Informatika, di Ruang Flamboyan, Gedung Utama Semen Indonesia, Kamis (05/7).
“Sebelum memanfaatkan bigdata, kami telah memakai SAP, dan pernah juga mengalami lemot. Setelah dilakukan pengecekan, ternyata dipenuhi pesan-pesan berantai yang tak penting. Dengan mengembangkan bigdata, tentu kami sangat hat-hati dan memutuskan pengamanan berlapis,” kata Ilmanza.
Pihak ICT menerapkan 5 level security. Lapis pertama, menggunakan security standar, yaitu firewall. Pernah digunakan firewall Israel. Dengan demikian hacker akan sulit menjebolnya, karena kesulitan dalam bahasa. Dilanjutkan pengamanan pada system, pengamanan database, dan pengamanan aplikasi.
Menjawab pertanyaan kemungkinan lemotnya system karena sentralisasi, Ilmanza mengatakan pihaknya melakukan perencanaan kapasitas. Bahkan, khusus untuk pabrik, pihaknya tak main-main. Sistem di SMI benar-benar real time. “Jadi, system di pabrik misalnya, tak boleh lemot. Bayangkan, jika terjadi panas dan kita telat mendapatkan alert, bisa-bisa mesin kita meledak akibat telat mengantisipasi karena sistem yang lemot,”tandasnya.
Terkait pengolahan bigdata untuk pengambilan keputusan, Ilmanza mengakui saat ini tim ICT masih kekurangan tim data analitik dan data scientist. Hal ini menurutnya menjadi point of improvement bagi perusahaan dalam pengelolaan bigdata. Sejauh ini pengelolaan bigdata baru sebatas menyajikan data scientist dan data engineering sebagai bahan reporting saja.
Pihaknya juga masih dalam proses menyiapkan visual inspeksi. Dan yang terpenting tim ICT membangun system sendiri. Pasalnya, pemakaian SAP di SMI telah melewati tahun ke-8. Biasanya, penggunaan ERP selalu diperbarui tiap 10 tahun. Pihak ICT mempuyai waktu 2 tahun untuk menyiapkan berbagai aplikasi, dengan mengadopsi SAP.
“Kami berusaha mengurangi ketergantungan kepada vendor. Kami akan berupaya menggunakan open source. Saat ini kami bekerja sama dengan Microsoft dengan kontrak Rp 25 miliar. Tetapi, dalam bekerja, tidak sedikit tenaga outsourching yang membawa laptop sendiri. Akhirnya Microsoft bisa mendeteksi bahwa di SMI beredar operasi system bajakan, lalu kami didenda Rp 10 miliar. Tentu saja kami tak mau bayar,” tukas dia di hadapan 25 dosen yang dipimpin Ketua Program Studi Teknik Informatika Universitas Surabaya Budi Hartanto ini.
Sumber Situs Web Semen Indonesia