Masih bukukan rugi pada kinerja 2020, PT Timah Tbk (TINS) umumkan tak ada dividen dari kinerja perusahaan tahun lalu. Meskipun begitu, untuk kinerja 2021 manajemen optimistis mampu membukukan laba.
“Tahun ini tidak ada pembagian laba (dividen), mengingat kondisi perusahaan yang masih mencatatkan rugi di tahun kerja 2020,” ungkap Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko TINS Wibisono dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar Selasa (6/4).
Berdasarkan laporan konsolidasian per 31 Desember 2020, anak usaha MIND ID yang berkantor pusat di Kota Pangkalpinang, Bangka-Belitung ini berhasil mencatatkan penjualan sebesar 55.782 ton atau 16,28% dari total konsumsi timah dunia. Adapun lokasi tujuan ekspor TINS, Asia menempati posisi teratas 68%, disusul Eropa 17%, Amerika 14%, sedangkan konsumsi domestik hanya berkontribusi 2%.
Khusus kinerja produksi, sampai dengan Desember 2020, TINS berhasil menghasilkan bijih timah sebesar 39.757 ton atau turun sebesar 51,79% dibandingkan capaian tahun sebelumnya yakni 82.460 ton. Dari pencapaian tersebut 71,35% berasal dari penambangan darat, sedangkan sisanya 28,65% berasal dari penambangan laut.
Adapun untuk produksi logam timah turun 40,18% menjadi sebesar 45.698 ton dari tahun sebelumnya sebesar 76.389 ton. Rendahnya produksi tak menyurutkan TINS untuk memenuhi permintaan konsumen di tengah harga yang merangkak naik.
Dengan memanfaatkan persediaan logam timah yang ada, TINS membukukan penjualan logam timah sebesar 55.782 ton atau turun 17,61% dari tahun sebelumnya sebesar 67.704 ton. Dimana, untuk kinerja keuangan 2020 TINS membukukan pendapatan usaha sebesar Rp 15,22 triliun, lebih rendah 21,33% dari tahun sebelumnya yakni Rp 19,34 triliun.
Sejalan dengan capaian pendapatan di tahun lalu, beban pokok pendapatan ikut mencatatkan penurunan 22,54% menjadi Rp 14,10 triliun dari tahun sebelumnya Rp 18,20 triliun.
Di sisi lain, untuk kinerja 2020 rasio Gross Profit Margin (GPM) PT Timah adalah 7,36% atau membaik dari tahun sebelumnya 5,91%. Hal serupa terlihat pula dari rasio Net Profit Margin (NPM) menjadi minus 2,24% dibandingkan 2019 yang minus 3,16%.
Membaiknya finansial TINS terlihat dari beberapa perspektif berikut, diantaranya cashflow operasi sebesar Rp 5,40 triliun atau naik dibandingkan tahun 2019 sebesar minus Rp 2,08 triliun. EBITDA naik menjadi Rp 1,16 triliun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 909 miliar.
Adapun untuk Modal Kerja Bersih meningkat signifikan menjadi sebesar Rp 692,09 miliar dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 348,87 miliar.
Di samping itu, sepanjang periode 2020 PT Timah juga berhasil menurunkan utang bank sebesar Rp 4,22 triliun atau menyusut dari catatan 2019 yakni Rp 8,79 triliun. Selain itu, TINS juga berhasil melunasi obligasi dan sukuk yang telah jatuh tempo pada September 2020 sebesar Rp 600 miliar.
Sehingga total utang berbunga turun sebesar Rp 4,82 triliun. Adapun rugi bersih TINS pada periode 2020 tercatat sebesar Rp 341 miliar atau lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar Rp 611 miliar.
Tahun lalu, PT Timah juga melakukan penyesuaian atas aktiva pajak dan penurunan kinerja anak perusahaan yang tercermin melalui rugi penurunan nilai aset tetap serta penurunan nilai piutang turut berkontribusi terhadap belum optimalnya kinerja keuangan secara konsolidasian.
Memasuki 2021 harga komoditas logam timah mulai kinclong disebabkan menipisnya persediaan logam timah di London Metal Exchange (LME). Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Selasa (6/4) harga logam timah versi LME bertengger di kisaran US$ 25.123 per metrik ton.
Manajemen menekankan sampai saat ini perusahaan tersebut terus bertransformasi menjadi perusahaan yang inovatif dan ramah lingkungan dalam eksploitasi timah di wilayah operasionalnya. Penambangan dilakukan melalui prosedur Good Mining Practice (GMP) yang berprinsip effective and cost-friendly mining method dalam penambangan timahnya.
Selain itu, eksplorasi juga terus dilakukan untuk mendukung keberlangsungan bisnis TINS ke depannya. Bangka Belitung dan Kepulauan Riau masih akan menjadi lokasi utama penambangan timah, karena potensinya yang diprediksi masih cukup besar. Namun demikian tipe exploitable tin deposit akan berubah dari alluvial reserve menjadi primary reserve dengan tetap mengedepankan effective and cost-friendly mining method.
Sumber Kontan, edit koranbumn