Memahami proses bisnis (business process) sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk mengetahui risiko yang akan dihadapi. Salah satu metode yang digunakan dalam proses bisnis adalah APQC(American Productivity and Quality Center). Metode ini membagi proses bisnis dalam 12 kategori.
Hal inilah yang yang dibahas dalam pelatihan Business Process Management with APQC yang diadakan di Ruang Customer Lantai 4, Learning Center, Gedung Utama Semen Indonesia, Senin (15/10).
“Harusnya kita punya database proses bisnis yang bisa mengidentifikasi risiko. Ini untuk melakukan mitigasi risiko di perusahaan,” ungkap Dr Ir Budhi Prihartono DEA, pemateri dalam pelatihan ini.
12 kategori proses bisnis tersebut adalah mengembangkan visi dan misi, desain dan mengembangkan produk atau jasa, pemasaran dan penjualan produk atau jasa, membuat dan mengantarkan produk atau jasa, mengelola pelayanan kosumen, membangun dan mengelola sumberdaya manusia.
Kemudian, mengelola teknologi informasi dan pengetahuan, mengelola sumber daya keuangan, mendapatkan, membangun dan mengelola properti, mengelola kesehatan dan keamanan lingkungan, mengelola hubungan eksternal, dan mengelola perbaikan dan perubahan.
Menurut pria yang pernah menempuh pendidikan S2 di Universite de Droit, D’economienEt Des Science D’AIX-Marseille, Prancis ini, membangun kultur dalam sebuah proses bisnis di perusahaan adalah yang paling rumit.
”Padahal kultur harus dibangun di kantor pusat hingga anak-anak perusahaan. Kalau tidak, akan kerja sendiri-sendiri,” ungkap dosen Manajemen Industri di Fakultas Teknologi Industri ITB ini.
Menurutnya, justru anak-anak perusahaan memiliki kultur yang paling tertib. Namun di kantor pusat ada tantangan dalam menetapkan kebijakan dan standarisasi.
Budhi menyatakan, proses bisnis itu taruhannya pada kebijakan di bawahnya. Sedangkan pejabat di kantor pusat atau satu tingkat di bawah direksi adalah yang menyempurnakan kebijakan-kebijakan.
“Jadi jangan salahkan APQC-nya. Harus terukur. Kitajuga harus punya peta jalan (road map). Pokoknya kantor pusat itu pekerjaannya kebijakan atau thinker. Kerjanya mikir sebenarnya. Strategi utama kantor pusat itu parenting dan harus punya pegangan atau acuan,” jelasnya.
Budhi yang mendapatkan gelar S3-nya di Universite De Marne, Paris ini menceritakan, sebuah kantor pusat yang belum terbangun sistem dan proses bisnisnya. Begitu ganti pejabat struktural, knowledge-nya kabur. Sedangkan pejabat yang baru menggantikan setidaknya butuh waktu minimal 8 bulan untuk mempelajari kebijakan yang ada. “Jadi harus mulai dari nol lagi. Bikin workshop, pelatihan dan sebagainya,” ujarnya.
Menurutnya, proses bisnis yang paling tertib dan maturitas tinggi adalah bagian keuangan. Pasalnya, di bagian ini tingkat pengawasannya banyak. Ia mencontohkan, perusahaan seperti BUMN banyak yang mengawasi. Seperti dari kejaksaan, kepolisian, BPKP, BPK, Inspektorat dan sebagainya.
Sumber Situs Web Semen Indonesia