Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendorong penguatan ekosistem ekonomi syariah di Indonesia. Menurutnya, hal itu dapat terwujud apabila perbankan syariah mampu memenuhi kebutuhan industri halal. Penguatan ekosistem halal juga menjadi alasan utama Erick mendorong merger tiga bank syariah anak usaha BUMN menjadi Bank Syariah..
Penguatan rantai nilai halal dan industri keuangan syariah juga merupakan program kerja dari Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yang kini dipimpin Erick. Tujuannya agar tercipta ekosistem ekonomi syariah yang komprehensif baik untuk level Indonesia maupun dunia.
Erick mengatakan, Indonesia akan memiliki populasi penduduk Muslim sebesar 184 juta orang pada 2025. Mayoritas merupakan kalangan menengah atas dan bekerja di sektor swasta. Industri halal dapat menjadi lapangan kerja sekaligus memenuhi permintaan pasar tersebut
Erick menyadari, Indonesia memang relatif terlambat memulai industri keuangan syariah. Dibandingkan Malaysia yang sudah memulainya sejak 1963, Indonesia baru mulai membangun industri dengan berdirinya Bank Muamalat pada 1991.
“Namun alhamdulillah, industri jasa keuangan syariah kita terus tumbuh bahkan di tengah pandemi ini,” katanya.
Sektor keuangan syariah mampu tumbuh cukup pesat pada 2020 dengan aset naik 10,9 persen. Capaian itu lebih tinggi dari industri bank konvensional yang sebesar 7,7 persen. Kemudian, perolehan dana pihak ketiga (DPK) naik 11,5 persen, lebih unggul tipis dari konvensional yang sebesar 11,49 persen.
Pembiayaan bank syariah masih tumbuh signifikan sebesar 9,42 persen. Sementara, pembiayaan konvensional hanya tumbuh 0,55 persen. Erick berharap, bank syariah dapat semakin meningkatkan efisiensinya sehingga berdaya saing memenuhi kebutuhan industri. Dengan kapasitas yang lebih besar, produk dan layanan untuk pengembangan industri halal pun bisa lebih beragam.
Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunardi mengatakan, perseroan kini sudah bisa bersaing dengan bank konvensional. Dari sisi margin atau pricing, bank syariah bisa meningkatkan pengelolaan dan strateginya agar lebih efisien .
“Kita bicara bagaimana strategi kita perbaiki, juga delivery channel yang lebih luas, maka funding bisa meningkat dan biaya dana bisa ditekan. Akhirnya kita bisa bersaing dengan konvensional,” katanya.
Dengan biaya dana yang lebih rendah, maka pembiayaan bisa ditawarkan dengan margin atau pricing yang lebih kompetitif. Hery mengatakan, kini produk KPR Syariah Griya dan pembiayaan kendaraan bermotor di BSI sudah bisa bersaing dengan bank konvensional. Menurutnya, ini merupakan langkah yang positif untuk bisa melayani masyarakat secara lebih luas.
Salah satu potensi yang dapat digarap oleh perbankan syariah adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Hal ini seiring industri fashion halal atau modest fashion menjadi salah satu segmen yang diprioritaskan oleh pemerintah untuk pengembangan ekonomi syariah.
Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan S Lukminto mengatakan, ekosistem tekstil Indonesia sudah sangat lengkap dan butuh dukungan termasuk dari bank syariah. “Ekosistem ini sudah sangat lengkap di Indonesia sehingga dapat dikawinkan dengan perbankan syariah untuk membiayai semua ekosistemnya,” kata Iwan.
Menurutnya, keterkaitan dalam ekosistem ini sangat penting agar aktivitas ekonomi bisa berpusat di Indonesia. Iwan mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini kurang ideal karena masih banyak pasokan dalam ekosistem industri TPT yang dipenuhi oleh impor.
Dia mencontohkan, industri mukena atau kerudung menggunakan kain impor karena harganya lebih murah. Sementara, pemasok dari industri dalam negeri tertinggal karena kalah bersaing dalam harga.
Iwan mengatakan, dengan skala usaha yang lebih besar, maka daya saing bisa ditingkatkan. Hal ini dapat terwujud dengan bantuan pendanaan dari bank syariah yang juga fokus dalam pembiayaan secara ekosistem.
sumber republika.id