Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa terdapat puluhan dana pensiun pemberi kerja (DPPK) yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti (PPMP) memiliki tingkat kualitas pendanaan yang kurang alias defisit.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengungkapkan, hanya 60 dana pensiun yang tingkat kualitas pendanaannya pada level 1 atau dalam kondisi fully funded.
Sementara itu, sebanyak 33 dana pensiun memiliki tingkat kualitas pendanaan level 2, artinya dana pensiun hanya dapat memenuhi kewajiban solvabilitas jangka pendek. Kemudian, terdapat 44 dana pensiun yang belum memenuhi kewajiban solvabilitas atau berada di level 3.
“Nah, ini perlu mendapat perhatian dari kita semuanya mengenai 44 dana pensiun di mana tingkat pendanaannya level 3 dan belum memenuhi kewajiban solvabilitasnya [tekor],” ujar Ogi dalam acara Seminar Pensiun Tahunan Kedua: Mercer CFA Institute Global Pension Index dan Penguatan Sistem Pensiun di Indonesia, Selasa (30/8/2022).
Berdasarkan temuan pengawas OJK, kondisi pendanaan dana pensiun tersebut disebabkan adanya penggunaan asumsi bunga teknis yang terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan data historis dari pengelolaan investasi.
Sebab lainnya adalah adanya keterlambatan pembayaran atau pembayaran iuran yang tidak sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditetapkan oleh aktuaris dengan berbagai sebab, baik itu iuran dari pegawai maupun dari iuran kontribusi pemberi kerja.
“Karena beberapa dana pensiun perusahan pemberi kerja, perusahaan pemberi kerjanya kondisi kinerjanya kurang baik atau bahkan rugi atau bahkan tidak beroperasi sehingga iuran dana pensiun dari pegawai dari peserta maupun dari pemberi kerjanya itu terhambat,” papar Ogi.
Selain kondisi pendanaan, penerapan tata kelola dan penerapan manajemen risiko yang efektif juga masih menjadi tantangan dalam penyelenggaraan program pensiun sukarela, baik DPPK maupun dana pensiun lembaga keuangan (DPLK).
Dari segi kepatuhan dalam menerapkan tata kelola yang baik, seperti kewajiban untuk memiliki fungsi kepatuhan, fungsi manajemen risiko, fungsi audit internal, maupun kewajiban memiliki komite pemantauan risiko, kata Ogi, pengawasan itu belum sepenuhnya diterapkan oleh dana pensiun.
“Catatan kami dari hasil pengawasan baru 37,04 persen yang menerapkan memiliki fungsi-fungsi yang tadi kami sampaikan,” tuturnya.
Pengawas OJK juga menemukan bahwa masih ada dana pensiun yang belum menerapkan manajemen risiko. Hal ini juga menjadi perhatian dari OJK.
Sumber Bisnis, edit koranbumn