Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal memperbarui aturan main terkait saluran pemasaran produk asuransi melalui kerja sama dengan bank aliasĀ bancassurance.
Berdasarkan laman resmi OJK terkait rancangan regulasi, aturan main baru ini akan menjadi perubahan pertama atas Surat Edaran OJK (SEOJK) No. 32/2016 tentangĀ bancassurance.
Ketua Dewan Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengungkap bahwa perubahan regulasi lama merupakan salah satu penguatan pengawasan internal OJK, sebagai bagi tiga lapis pertahanan aliasĀ three line of defenseĀ sektor perasuransian.
Sekadar informasi, penguatan regulasi yang telah terealisasi, salah satunya penerbitan SEOJK No. 05/2022 mengenai produk asuransi dikaitkan investasi (PAYDI atauĀ unit-linked) pada Maret 2022 lalu.
“Ke depan, kita juga akan mengeluarkan regulasi-regulasi baru yang intinya adalah penguatan industri perasuransian,” ujarnya dalam sesi wawancara dengan salah satu media televisi nasional beberapa waktu lalu.
Adapun dalam RSEOJK tentang bancassurance, secara umum tidak ada perubahan mendasar terkait ketentuan umum dan persyaratan umum. Namun, ada beberapa tambahan poin terkait persyaratan dan kriteria yang harus dipenuhi dalam masing-masing model bisnis bancassurance.
Salah satunya, OJK menambahkan aturan bahwa dalam kerja samaĀ bancassuranceĀ model bisnis referensi dalam rangka produk bank, perusahaan tidak diperkenankan memberikan biaya akuisisi dalam bentuk komisi atau imbal jasa perantara.
Sebagai informasi, dalam model bisnis referensi, bank hanya berperan merekomendasikan suatu produk asuransi kepada pemegang polis. Adapun, model bisnis referensi terbagi dua, yaitu referensi dalam rangka produk bank alias asuransi menjadi syarat untuk memperoleh suatu produk perbankan dan referensi tidak dalam produk bank alias asuransi tidak menjadi syarat untuk memperoleh suatu produk perbankan.
Adapun, model bisnis lainnya juga ada dua, yaitu model distribusi atau pihak bank memberikan penjelasan mengenai produk asuransi terhadap calon pemegang polis, serta model integrasi produk asuransi di dalam produk perbankan atau biasa disebutĀ bundled product.
Selanjutnya, aturan baru lain dalam beleid ini juga menyinggung konteks sarana komunikasi jarak jauh (telemarketing) untuk pemasaranĀ bancassurance. OJK menekankan aturan agar telemarketing terhadap nasabah hanya boleh digunakan sebagai media pengenalan awal mengenai produk asuransi terkait.
Selanjutnya, dalam hal model bisnis merupakan kerja sama distribusi atau integrasi produk, perusahaan asuransi harus memastikan bahwa pihak bank yang akan menjadi mitra telah memiliki pegawai dengan jumlah yang cukup dan memiliki kemampuan memadai.
Kemampuan dari para tenaga pemasar tersebut juga harus dilengkapi dengan dokumen sertifikasi keagenan yang dikeluarkan asosiasi terkait, serta bukti bahwa tenaga pemasar bersangkutan telah mengikuti pelatihan mengenai produk asuransi yang akan dipasarkannya.
Selain itu, khusus untuk model bisnis kerja sama distribusi dan integrasi produk, OJK juga menambahkan kewajiban agar perusahaan asuransi untuk memastikan pihak bank bertanggung jawab atas segala tenaga pemasar atau pegawai yang menawarkan produk asuransi berkaitan.
Pertama, setiap tenaga pemasar dan pegawai bank yang bertugas memasarkan produk asuransi harus dipastikan telah memberikan penjelasan dengan benar, tepat, lengkap, serta dalam bahasa sederhana dan tidak menyesatkan.
Kedua, perusahaan asuransi juga harus melakukan konfirmasi ulang atas setiap penutupan dari produk yang dilakukan oleh pihak bank, terutama untuk produk PAYDI atauĀ unit-linked,Ā dan produk yang memiliki manfaat nilai tunai.
Terakhir, OJK juga menambahkan poin aturan terkait penggunaan digitalisasi untuk menawarkanĀ bancassurance, di mana perusahaan asuransi harus memastikan bahwa mitra perbankan telah lolos tiga persyaratan.
Pertama, memiliki kebijakan, sistem, prosedur, dan kewenangan dalam penawaran produk bancassurance melalui digital. Kedua, memiliki kesiapan infrastruktur teknologi digital untuk mendukung produk. Terakhir, memiliki kesiapan penerapan manajemen risiko terkait keamanan, kerahasiaan, integritas, keaslian, dan ketersediaan.
OJK Luncurkan Draf Atur Ulang Unit-Linked
Selain bancassuranse, OJK juga tengah menyiapkan perubahan aturan atas perusahaan asuransi yang memasarkanĀ produk yang dikaitkan dengan investasi atauĀ PAYDI.Ā Hal ini sebagai langkah dalam mengelola risiko terkait penempatan investasi dan menjaga kesehatan keuangan, perusahaan asuransi, dan perusahaan reasuransi dengan prinsip kehati-hatianĀ dalam kegiatan investasi.
Perubahan itu tertuang dalam draft Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang dipublikasikan pada 8 September 2022.
āDalam menjaga kesehatan keuangan, perusahaan harus menjaga tingkat eksposur risiko tersebut dengan mempertimbangkan kemampuan permodalan perusahaan untuk menanggung risiko. Khusus untuk PAYDI, perusahaan harus menjaga tingkat eksposur risiko dengan memperhatikan potensi dampaknya terhadap kinerja investasi PAYDI,ā jelas beleid tersebut.
Adapun, beleid yang tertuang pada Bab III tentang produk yang dikaitkan dengan investasi Pasal 26 akan mengalami perubahan dengan penambahan ayat.
Sebelumnya, dalam POJK Nomor 71/POJK.05/2016 Pasal 26, disebutkan bahwa perusahaan asuransi yang memasarkan PAYDI wajib memisahkan pencatatan aset dan liabilitas yang bersumber dari PAYDI dengan aset dan liabilitas yang bersumber dari produk asuransi lainnya. Pada POJK ini, tidak terdapat penjelasan lebih lanjut terkait PAYDI.
Sementara itu, draft RPOJK Pasal 26 terdiri dari 3 ayat, di mana ayat (1) berbunyi perusahaan asuransi yang memasarkan PAYDI wajib memisahkan pencatatan aset dan liabilitas subdana dengan aset dan liabilitas selain subdana.
Kemudian, pada ayat (2) disebutkan bahwa perusahaan asuransi dilarang mengalihkan aset dan liabilitas subdana kepada aset dan liabilitas selain subdana, atau sebaliknya.
Adapun, ayat (3) dijelaskan perusahaan membentuk lebih dari 1 subdana, maka hal yang dilakukan adalah pemisahan pencatatan aset dan liabilitas subdana wajib dilakukan untuk masing-masing subdana yang dibentuk perusahaan, serta perusahaan dilarang mengalihkan aset dan liabilitas dari satu subdana kepada subdana lain yang dibentuk perusahaan.
Selanjutnya, penempatan investasi subdana di luar negeri hanya dapat dilakukan atas polis asuransi PAYDI dengan mata uang asing, sebagaimana bunyi Pasal 29. Jika dibandingkan dengan POJK 71/2016, penempatan investasi di luar negeri atas PAYDI paling tinggi 20 persen dari total investasi PAYDI.
Meski demikian, di antara Pasal 29 dan Pasal 30 POJK 71/2016, dalam draft RPOJK disisipkan 1 pasal yakni Pasal 29A yang salah satunya mengatur penempatan investasi yang bersumber dari subdana wajib memenuhi batasan investasi.
Terkait hal itu, pada pihak terkait dengan perusahaan secara keseluruhan paling besar 10 persen dari nilai aset bersih masing-masing subdana. Sementara itu, pada satu pihak atau kelompok penerima investasi, yang bukan merupakan pihak terkait paling besar 25 persen dari nilai aset bersih masing-masing subdana.
Sumber Bisnis, edit koranbumn