Pemerintah telah menunjuk PT Jamkrindo dan PT Askrindo untuk melaksanakan penjaminan atas pemenuhan kewajiban finansial atas kredit modal kerja yang diberikan oleh perbankan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Dalam skema penjaminan tersebut, pemerintah dalam menyokong pembayaran subsidi imbal jasa penjaminan (IJP) dan lost limit kepada Jamkrindo dan Askrindo. Hal ini tertuang dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2021.
Untuk dukungan loss limit tersebut, pada tahun 2020 pemerintah telah mengalokasikan anggaran kewajiban penjaminan sebesar Rp 1 triliun.
“Sementara itu, untuk tahun 2021 pemerintah kembali mengalokasikan anggaran kewajiban penjaminan untuk dukungan loss limit tersebut sebesar Rp 1.000 miliar atau Rp 1 triliun,” seperti dikutip dari RAPBN 2021, Minggu (16/8).
Selanjutnya, pemerintah juga menunjuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk memberikan penjaminan kredit modal kerja kepada pelaku usaha korporasi yang berorientasi ekspor atau padat karya yang tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM.
Pada skema penjaminan bagi korporasi, pemerintah menugaskan PT PII (Persero) atau Penjaminan Infrastruktur Indonesia untuk melaksanakan dukungan loss limit atas penjaminan pemerintah.
Dalam skema tersebut, pemerintah memberikan dukungan penjaminan berupa pembayaran IJP kepada LPEI dan pembayaran IJP loss limit kepada PII. Serta memberikan dukungan backstop loss limit atas skema penjaminan pemerintah untuk pelaku usaha korporasi.
Untuk dukungan backstop loss limit tersebut, pada tahun 2020 maka pemerintah mengalokasikan anggaran kewajiban penjaminan sebesar Rp 2 triliun.
Selanjutnya, pada tahun 2021, pemerintah kembali mengalokasikan anggaran kewajiban penjaminan dukungan backstop loss limit tersebut dalam rangka penjaminan Program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 1 triliun.
Selain itu juga, menetapkan kebijakan atas pinjaman likuiditas khusus yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank sistemik. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Dengan adanya penjaminan tersebut, maka pemerintah memiliki kewajiban yang tertuang dalam perjanjian dengan bank sistemik penerima pinjaman likuiditas khusus. Ini merupakan perjanjian tambahan (accesoir) terhadap pinjaman likuiditas antara BI dengan bank sistemik sebagai penerima.
Dalam RAPBN 2021 mengungkapkan, bahwa tujuan pemberian jaminan pemerintah tersebut untuk mendukung kebijakan stabilitas sistem keuangan serta menjaga agar permasalahan bank sistemik tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh.
Mengingat, penjaminan diberikan secara langsung, maka pelaksanaan penjaminan pemerintah tersebut akan memberikan dampak (ekspose) fiskal juga secara langsung. Selain itu, besaran penjaminan pemerintah bersifat kontingensi dan tidak dapat diprediksi besarannya.
“Penjaminan baru akan diklaim oleh BI apabila bank sistemik penerima pinjaman likuiditas khusus yang mengalami default dan bergantung pada kebutuhan bank sistemik yang di maksud (case per case),” jelas pemerintah seperti dikutip dalam buku II Nota Keuangan RAPBN 2021.
Sumber Kontan, edit koranbumn