Saat ini Nindya Karya dipercaya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai pelaksana pemugaran situs peninggalan Benteng Pendem yang berada di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Proyek tersebut dikerjakan dengan konsep Adaptive Reuse Concept yakni, mengembalikan fungsi bangunan cagar budaya dengan fungsi baru seminimal mungkin mengubah bentuk bangunan lama, hal ini bertujuan untuk menjaga nilai kultural (cultural significance) serta adanya perubahan bagian dalam dengan tetap mempertahankan bagian luar dari bangunan tersebut.
Benteng Pendem atau benteng Van den Bosch di Ngawi dibangun pada tahun 1839 di atas tanah seluas 12 ha, setelah Perang Diponegoro berakhir. Belanda membangun benteng Van den Bosch di sudut timur laut kota untuk mengawasi lalu lintas air yang melewati Sungai Madiun dan Sungai Bengawan Solo. Benteng ini dirancang oleh Jacobus von Dentzsch.
Bangunan benteng dan bangunan turutan dibangun pada tahun 1839, saat konstruksi beton bertulang belum dikenal, oleh karenanya bangunan-bangunan ini mempunyai struktur funikular berupa dinding tebal sebagai penyangga beban keseluruhan bangunan. Ketebalan dinding adalah 45 cm untuk bangunan turutan dan 60 cm untuk bangunan benteng.
Sebagai bangunan pertahanan, benteng ini dibangun dengan kelengkapan dan elemen-elemen untuk melindungi bangunan beserta isinya. Pada halaman tengahnya, benteng ini mempunyai 3 bangunan turutan berlantai dua dan berlantai satu. Ketiga banguan turutan ini memperlihatkan langgam Indische Woonhuis. Yaitu langgam arsitektur yang merupakan perpaduan dari langgam Neo-klasik (barat) yang beradaptasi dengan iklim setempat dan arsitektur lokal. Ciri khas dari langgam ini adalah bentuk bangunan yang simetris, adanya pemakaian elemen-elemen arsitektur neo-klasik seperti kolom, entablature dan lain-lain, adanya peninggian lantai bangunan, adanya teras serta pemakaian atap dengan bentuk lokal dan pemakaian atap teritisan.