Emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) dan anak usahanya PT Citilink Indonesia mencatat ada 34 pesawat grounded atau tidak beroperasi dari total 128 unit.
Berdasarkan paparan manajemen, perseroan saat ini mengoperasikan 58 pesawat dari total 72 unit yang dimiliki. Sementara itu, Citilink mengoperasikan sekitar 31 pesawat dari total 56 unit armada miliknya.
Secara keseluruhan, pesawat yang belum dapat beroperasi mencapai 39 unit, setara dengan 30,5% dari total unit pesawat yang dimiliki oleh Garuda Indonesia.
Namun demikian, Direktur Teknik Garuda Indonesia Mukhtaris menyampaikan bahwa Citilink bakal mengoperasikan 38 pesawat guna menyambut momentum libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru).
“Kurang lebih 34 pesawat yang masih grounded,” ujarnya dalam paparan publik (pubex) yang diselenggarakan secara daring, Kamis (27/11/2025).
Dalam kondisi tersebut, manajemen GIAA mengambil langkah strategis dengan memprioritaskan penyelesaian perawatan pesawat yang ada dan secara signifikan menunda rencana penambahan pesawat baru.
Mukhtaris menuturkan bahwa fokus operasional utama emiten maskapai pelat merah ini adalah menyelesaikan perawatan pesawat yang dimiliki.
“Fokus operasional kami diarahkan untuk menyelesaikan perawatan pesawat, karena pesawat-pesawat ini harus segera kami kembalikan ke status serviceable dalam waktu dekat,” pungkasnya.
Sementara itu, PT Danantara Asset Management (Persero), menargetkan seluruh pesawat milik Garuda Indonesia dapat mengudara pada 2026.
Managing Director Danantara Asset Management, Febriany Eddy, menyatakan bahwa langkah tersebut menjadi prioritas utama karena efektivitas operasional maskapai sangat bergantung pada jumlah armada yang aktif.
Dia menuturkan bahwa pesawat yang berhenti beroperasi atau grounded memberikan pukulan ganda bagi maskapai lantaran pendapatan bakal menurun, sementara biaya sewa, leasing, serta operasional tetap berjalan.
Jika kondisi berlarut, kerugian yang dialami maskapai diperkirakan semakin dalam. Oleh karena itu, Danantara mendorong Garuda untuk mengoperasikan seluruh armada pesawatnya secara bertahap mulai tahun depan.
“Prioritas pertama itu return to service [RTS]. Target kami adalah tahun depan semua yang hari ini grounded aircraft itu semua bisa terbang. Tentunya secara gradual,” ujarnya di Wisma Danantara, Jumat (14/11/2025).
Febriany tidak memerinci jumlah pesawat Garuda yang kini tak dapat beroperasi. Namun, jika digabungkan dengan armada milik PT Citilink Indonesia selaku entitas anak GIAA, jumlahnya ditaksir mencapai puluhan pesawat.
Sementara itu, selain memastikan seluruh pesawat mengudara pada 2026, Danantara turut mendorong Garuda untuk menjalankan operasional secara presisi dan disiplin karena margin keuntungan per kursi dinilai sangat tipis.
Berdasarkan data International Air Transport Association (IATA), rata-rata keuntungan per kursi maskapai di Asia Pasifik hanya US$2 hingga US$7.
Menurut Febriany, hal tersebut akan menjadi pertimbangan utama Garuda bahwa ketika pesawat kembali beroperasi, perusahaan perlu memastikan sebagian besar rute yang dilayani berada di jalur menguntungkan.
“Jangan sampai pesawatnya terbang terus dia [Garuda] ambil rute negatif. Namun, perlu dicatat rute negatif itu tidak bisa dihindari, cuma porsi rute yang signifikan dan positif itu harus lebih dominan,” pungkasnya.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Sumber Bisnis, edit koranbumn















