Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro menegaskan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dapat mempercepat hilirisasi hasil riset melalui penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyelanggarakan fungsi kemanfaatan umum.
Fungsi baru BUMN itu termasuk di dalamnya terkait dengan upaya hilirisasi hasil riset dan inovasi nasional yang selama ini diemban oleh Kemenristek/BRIN.
Adapun amanat pada BUMN itu tertuang di dalam pasal 120 UU Ciptaker yang mengubah sejumlah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
“Perubahan pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN terdapat pada Pasal 66, sehingga dalam hal ini pemerintah pusat dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN, untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, serta untuk menghilirisasikan riset dan inovasi nasional,” kata Bambang melalui keterangan resmi pada Senin (12/10/2020).
Alasannya, karena pemerintah dapat menugaskan BUMN untuk melakukan kegiatan tersebut.
“Penugasan ini dilakukan dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN serta mempertimbangkan kemampuan BUMN,” tuturnya.
Pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) berpotensi terganjal, karena besarnya penolakan publik terhadap UU yang dijuluki dengan istilah sapu jagat.
Peneliti ekonomi senior dari Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi mengatakan, bahwa dengan masih banyaknya pasal-pasal yang bermasalah yang terkait perburuhan, lingkungan, hingga hak ulayat, UU ini masih bisa dibatalkan, jika diuji materiil ke MK.
Eric menilai pembahasannya juga terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan seluruh stakeholders, di antaranya buruh dan pegiat lingkungan.
“Kita juga melihat hari Senin ada 35 institusi investor portofolio asing yang menyatakan concern terhadap RUU ini. Dalam kondisi seperti ini, UU ini rentan digugat ke MK,” ungkap Eric, Rabu (7/10/2020).
Sumber Bisnis, edit koranbumn