Pengamat menilai dalam periode 2017-2022, peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di bawah kepemimpinan Wimboh Santoso signifikan mendorong perkembangan pasar modal di dalam negeri. Hal itu ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah investor dan peningkatan IPO perusahaan.
Pengamat Pasar Modal Desmond Wira menyampaikan peran signifikan OJK terlihat dalam periode 2017-2022,terutama dari sisi pertumbuhan investor. Selain itu, aksi IPO semakin marak, bahkan dua unikorn berhasil melantai di Bursa Efek Indonesia.
Pada 2017, jumlah investor pasar modal baru mencapai 1,1 juta investor. Jumlahnya naik signifikan menjadi 9 juta investor pada paruh pertama 2022.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan jumlah perusahaan yang melakukan penawaran saham umum perdana (Initial Public Offering/IPO) juga naik signifikan dalam lima tahun terakhir, dibandingkan lima tahun sebelumnya. Pada 2017, sebanyak 37 perusahaan menggelar IPO, tahun 2018 dan 2019 naik masing-masing menjadi 57 IPO dan 55 IPO, tahun 2020 sebanyak 51 IPO dan tahun 2021 sebanyak 54 IPO. Tahun 2022 sudah terealisasi 21 perusahaan dengan 40 calon emiten dalam pipeline.
Pada lima tahun sebelumnya, IPO relatif terbatas, dengan 2012 hanya ada 21 emiten pendatang baru, tahun 2013 sebanyak 31 IPO, tahun 2014 ada 23 IPO, tahun 2015 hanya 18 IPO, dan tahun 2016 turun menjadi 16 IPO.
Seperti diketahui, Wimboh Santoso mengakhiri masa jabatannya tahun ini untuk digantikan oleh Mahendra Siregar yang dijadwalkan akan dilantik menjadi Ketua Dewan Komisioner OJK pada pertengahan Juli 2022.
Secara umum, sambung Desmon, regulasi yang diterbitkan OJK memberikan dampak positif bagi pasar saham karena ada kepastian aturan yang menjadi acuan bagi investor, emiten maupun perusahaan yang ingin mencatatkan sahamnya di BEI.
“Semakin jelas aturannya dan semakin akomodatif tentunya memberi dampak positif bagi pasar modal,” paparnya.
Desmond menilai salah satu regulasi OJK, yaitu POJK Nomor 4/POJK.04/2022 atas perubahan POJK Nomor 7/POJK.04/2021 Tentang Kebijakan Dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal Akibat Penyebaran Corona Virus Disease 2019 juga efektif menjaga pasar modal dari potensi gejolak akibat dampak pandemi.
“Menurut saya sih cukup efektif (POJK 04/2022-red). Sejauh ini, kinerja pasar saham masih cukup baik, tidak terlalu terpuruk karena dampak pandemi sampai 2022 ini. Intinya peraturan itu adalah soal stabilitas. Kalau soal stabilitas, menurut saya tercapai,” jelas Desmond.
Lebih jauh dia mengatakan, secara umum ada dua hal yang mendorong kinerja pasar modal dalam lima tahun terakhir. Pertama, dari pertumbuhan dan kondisi ekonomi dalam lima tahun terakhir masih terhitung kondusif. Kedua, dari segi aturan juga diperlonggar, misalnya dengan adanya emiten akselerasi dan start-up.
Sumber Bisnis, edit koranbumn