Petrokimia Gresik akan merealisasikan pembangunan sejumlah pabrik sebagai upaya meningkatkan kinerja serta akselerasi program hilirisasi produk. Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo, mengatakan, salah satu pabrik yang akan direalisasikan tahun ini adalah Green Surfactant.
Pabrik ini akan memiliki kapasitas 600 kiloliter (kL) yang memanfaatkan gas surfur trioksida dari pabrik asal sulfat sebagai bahan baku. Dwi Satriyo menuturkan, Green Surfactant merupakan produk surfaktan lokal pertama di Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi lapangan minyak tua melalui teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery).
“Ini menjadi terobosan penting bagi industri minyak dan gas (migas) di Indonesia,” tuturnya
Dwi Satriyo menambahkan, tahun ini bertepatan dengan 49 tahun berdirinya Petrokimia Gresik. Menurutnya, perusahaan Solusi Agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia ini ingin menegaskan, kontribusi nyata bagi kemajuan teknologi pemupukan di Indonesia. Pada 1980-an lalu, Petrokimia Gresik menjadi pioner pupuk berbasis fosfat, selanjutnya, tahun 2000 menjadi pioner pupuk NPK berbasis chemical reaction, dan di tahun 2005 menjadi pioner pupuk organik.
Tahun 2021, selain membangun pabrik Green Surfactant, pihaknya juga akan membangun pabrik Soda Ash berkapasitas 300 ribu ton. Soda Ash merupakan bahan baku produk-produk yang dibutuhkan masyarakat sehari-hari seperti deterjen, kaca, dan produk turunannya, hingga pasta gigi. Namun, kebutuhan Soda Ash dalam negeri saat ini masih dipenuhi melalui impor.
Dwi Satriyo mengatakan, Soda Ash merupakan strategi meningkatkan nilai tambah dari produk samping. Pabrik ini nantinya akan memanfaatkan CO2 yang merupakan hasil samping dari pabrik amoniak. Sedangkan, produk samping Soda Ash berupa Amonium Klorida (NH4Cl) dapat digunakan sebagai bahan baku NPK, sehingga dapat mengurangi kebutuhan impor ZA sebagai bahan baku NPK.
Tidak hanya itu, tahun ini Petrokimia Gresik juga berhasil mendapatkan izin pengecualian gipsum dari kategori Limbah B3 oleh Kementerian KLHK. Sehingga, pemanfaatannya dapat dilakukan secara masif, tidak hanya di lingkup internal perusahaan, tetapi juga dapat mendukung industri lainnya yang membutuhkan gipsum.
“Ke depan, pengembangan bisnis dengan optimalisasi potensi yang ada akan difokuskan pada hilirisasi produk untuk memperkuat posisi Petrokimia Gresik sebagai perusahaan berbasis related diversified industry agar terus tumbuh dan sustainable,” tegas Dwi Satriyo.
Ia menambahkan, Petrokimia Gresik juga berupaya mengambil peran membantu pemerintah mengatasi dampak pandemi Covid-19. Menurutnya, ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19 telah menjadi stimulus bagi industri pupuk dan pangan dalam negeri untuk memperkuat sektor produksi pertanian domestik. Hal ini dinilai penting sebagai penopang ketahanan pangan nasional. Terbukti, pertanian menjadi salah satu sektor yang tumbuh positif selama pandemi Covid-19.
Pertumbuhan sektor pertanian juga sejalan dengan peningkatan kinerja perusahaan. Tahun 2020, Petrokimia Gresik berhasil mencatat kinerja positif dengan perolehan laba sebesar Rp 1,42 triliun atau 118 persen dari target RKAP 2020. Tidak hanya di pasar domestik, adanya global supply shock juga memberikan peluang Petrokimia Gresik untuk melakukan ekspansi pasar dan menggenjot ekspor.
Terbukti selama tahun 2020, penjualan ekspor Petrokimia Gresik mencapai 494 ribu ton, meningkat 25 persen dari penjualan ekspor tahun 2019. Bahkan Petrokimia Gresik mampu menguasai market share pupuk NPS di India sebesar 35 persen. “Ini membuktikan bahwa Petrokimia Gresik mampu mengubah tantangan menjadi peluang,” ujar Dwi Satriyo.
Sumber Republika, edit koranbumn