Emiten pertambangan PT Bukit Asam Tbk. terus memperbesar kapasitas angkutan batu bara dengan mengembangkan empat jalur kereta api. Pada 2022, perseroan membidik total kapasitas distribusi mencapai 60 juta ton.
Fuad Iskandar Zulkarnain Fachroeddin, Direktur Pengembangan Usaha Bukit Asam, menuturkan perseroan sedang mengembangkan empat jalur kereta api dari tambang di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas distribusi batu bara dari 25 juta ton menjadi 60 juta ton pada 2022.
“Ada proyek dua jalur yang terdekat yang mudah-mudahan bisa diselesaikan dan beroperasi pada 2019,” ujarnya, Jumat (28/12). Pertama, pengembangan jalur kereta api ke Dermaga Kertapati, Palembang, yang ditargetkan selesai pada semester II/2019. Rampungnya proyek tersebut akan meningkatkan kapasitas angkut batu bara dari 3,7 juta ton menjadi 5 juta ton.
Kedua, peningkatan kapasitas angkut jalur kereta api ke Tarahan I, Lampung Selatan. Proyek yang ditargetkan selesai pada akhir 2019 atau awal 2020 itu akan meningkatkan kapasitas distribusi batu bara dari 20 juta ton menjadi 25 juta ton.
Selain dua proyek yang diproyeksi rampung dalam setahun ke depan itu, Fuad menuturkan emiten berkode saham PTBA ini juga menggarap dua proyek lain. Proyek tersebut, yakni penambahan kapasitas angkut ke Tarahan II dari 25 juta ton menjadi 45 juta ton yang diharapkan rampung pada 2022 dan pengembangan jalur baru ke Prajen, Sumatra Selatan, dengan kapasitas angkut 10 juta ton dan ditargetkan rampung pada 2022.
“Jadi pada 2022 totalnya kapasitas angkutan batu bara PTBA menjadi 60 juta ton. Volume produksi kami memang bergantung kepada kapasitas angkutan,” imbuhnya.
Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin menyampaikan, peningkatan produksi batu bara perseroan akan disesuaikan dengan kapasitas pengangkutan kereta api dari lokasi tambang menuju pelabuhan.
Per September 2018, volume produksi batu bara naik 16% year on year (yoy) menjadi 19,68 juta ton dari sebelumnya 16,91 juta ton. Adapun, volume angkutan batu bara dengan kereta api naik 7,54% yoy menuju 16,97 juta ton dari posisi per September 2017 sebesar 15,78 juta ton.
“Sebetulnya kami memiliki kemampuan produksi hingga 3 juta ton per bulan. Namun, volume produksi bergantung kepada kapasitas angkutan,” imbuhnya.
Sampai akhir 2018 perusahaan masih mematok target produksi batu bara sejumlah 25,54 juta ton, naik 5% yoy dari sebelumnya 24,25 juta ton. Pada 2019, diperkirakan volume produksi meningkat di atas 5% atau sekitar 27 juta ton.
“Saat ini kami masih mengonsolidasikan target operasional 2019 dengan induk usaha, PT Inalum (Persero),” tuturnya.
Menurutnya, konsolidasi rencana kerja 2019 tersebut juga berkaitan asumsi faktor eksternal seperti harga batu bara global dan fluktuasi rupiah terhadap dolar AS.
SumberBisnis/edit koranbumn.com