PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI bersama dengan pemerintah perlu merumuskan instrumen lain yang bisa membantu keuangan dan bisnis perkeretaapian di luar dana bantuan likuiditas atau dana talangan.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menuturkan sejumlah instrumen lain yang bisa membantu keuangan dan bisnis KAI adalah dengan meninjau ulang formulasi biaya track access charge (TAC) agar dapat dikurangi. Pengurangan biaya TAC, juga harus sejalan menambah dana infrastructure & maintenance operation (IMO).
“Sesungguhnya selain dana talangan juga dapat meninjau ulang formulasi biaya untuk perhitungan public service obligation [PSO], sehingga komponen biaya yang diperhitungkan dalam PSO dapat lebih maksimal untuk mengurangi beban KAI, serta negosiasi dengan lembaga pinjaman untuk memberikan relaksasi terkait pinjaman investasi,” jelasnya, Kamis (9/7/2020).
KAI, tekannya, mutlak memerlukan dana untuk bisa menyambung nafas korporasi serta mempertahankan operasionalnya, dan terutama untuk mempertahankan aset utamanya, yaitu sumber daya manusia, sehingga tidak hanya sekadar untuk modal kerja.
Alhasil dana talangan dari pemerintah dengan bunga rendah dan jangka waktu pengembalian yang cukup panjang adalah solusi pendanaan yang cukup realistis pada saat ini. Dana talangan ini harus secara jangka panjang pengembaliannya karena KAI juga memiliki kewajiban keuangan jangka panjang yang harus bisa dipenuhi.
Menurutnya, kewajiban jangka panjang yang ditanggung KAI ialah pengembalian pinjaman ke lembaga keuangan untuk berbagai investasinya serta pembayaran pokok dan bunga obligasi ke masyarakat.
Hal itu supaya operasional dan bisnisnya serta arus kasnya dapat menjadi normal terlebih dahulu. Kewajiban jangka panjang KAI seperti pengembalian pinjaman ke lembaga keuangan untuk berbagai investasinya, serta pembayaran pokok dan bunga obligasi ke masyarakat.
“Mau tidak mau, perlu ada tambahan dana dari eksternal dan sebagai BUMN, tentu pemerintah perlu hadir agar pelayanan publik yang vital, tetap bisa tetap survive,” ujarnya.
Aditya menilai pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap operasional, bisnis, dan keuangan KAI tetapi juga anak usahanya. Pada masa pandemi ini bisnis grup KAI yang signifikan berkontribusi ini hanyalah KRL dan KA logistik angkutan barang.
Sementara KA jarak jauh, KA bandara, jasa wisata berbasis KA, properti dan jasa pendukung lainnya dapat dikatakan anjlok di kala pandemi.