PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) akan berupaya untuk meningkatkan Return on Equity (RoE) atau rasio laba yang dihasilkan bank dari modalnya hingga ke atas 18% pada tahun 2025.
Tahun lalu, BNI mencatatkan RoE di level 10,4%. Itu meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 2,9%.
Vice President Investor Relations BNI Yudha Pradipta mengungkapkan, angka target tersebut sudah cukup bagus untuk dikejar karena RoE rata-rata industri saat ini masih di kisaran 10%-12%.
Untuk mencapai itu, strategi BNI adalah dengan melakukan ekspansi kredit secara berkelanjutan dan sehat. Dalam lima tahun ke depan, bank ini menargetkan kredit tumbuh rata-rata 10% per tahun.
Adapun strategi penyaluran kredit BNI adalah fokus tumbuh di segmen atau sektor yang berisiko rendah dengan mengakuisisi debitur berkualitas tinggi dan top tier.
“Bisnis yang akan kami garap adalah total solusi bagi seluruh ekosistem debitur tersebut. Sehingga akan mendorong seluruh transaksi nasabah yang ada di BNI. Dengan begitu, ini tidak hanya menghasilkan pendapatan bunga tetapi juga fee based income,” jelas Yudha secara virtula baru-baru ini.
Tahun lalu, rasio fee based income BNI terhadap total pendapatannya mencapai 30%. Bank ini menargetkan rasio FBI ini bisa mencapai 35% dalam lima tahun ke depan.
Dengan fokus mengakuisisi debitur top tier dan berkualitas baik di sektor yang manageble, BNI memperkirakan rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) akan semakin membaik. Perseroan menargetkan NPL akan berada di bawah 1,5% pada tahun 2025.
Seiring membaiknya NPL maka BNI tidak perlu lagi membentuk pencadangan lebih banyak sehingga biaya kredit atau cost of credit (CoC) yang saat ini masih di sekitar 3,3% akan diturunkan ke level di bawah 1% dalam empat tahun ke depan.
“Tahun lalu merupakan tahun terakhir BNI membentuk pencadangan besar. Tahun ini kita akan turunkan signifikan dimana target CoC ada dikisaran 2%-2,5%. Kalau realisasinya 2,3% misalnya, maka akan turun 1% dari tahun 2021. Dengan total kredit BNI sekitar Rp 600 triliun maka penurunan 1% CoC ini akan menghasilkan tambahan laba sekitar Rp 6 triliun,” jelas Yudha.
Sumber Kontan, edit koranbumn