Proyek percontohan program perhutanan sosial di Muara Gembong mulai menampakkan hasil. Panen perdana lahan tambak Muara Gembong ini mencapai 4-5 ton per hektar, jauh lebih tinggi sebelum program perhutanan sosial dijalankan yaitu hanya 50-100 kg per hektar.
Program yang dicanangkan dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ini mampu meningkatkan pendapatan petambak secara signifikan. Hal ini terlihat pada panen perdana yang mencatat pendapatan bersih yang diterima petambak mencapai Rp 72 juta per 4 (empat) bulan atau Rp 18 juta per bulan. Selain itu, Petambak juga dapat membayar upah untuk pekerja tambak sesuai dengan UMR, yaitu sebesar Rp 3,4 juta per bulan.
Pada pelaksanaan redistribusi asset ini, Kementerian BUMN memfasilitasi kerjasama antar badan usaha milik Negara dan institusi lainnya. Di Muara Gembong, Bank Mandiri menjadi Project Leader yang dibantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mendukung penyediaan listrik dan PT Perikanan Indonesia (Perindo) sebagai Offtaker.
Menurut Project Manager Redistribusi Aset Muara Gembong Agus Dwi Handaya, program ini mampu meningkatkan pendapatan petambak secara signifikan dan diyakini mampu mendorong ekonomi Indonesia tumbuh ke arah yang jauh lebih baik.
“Program redistribusi aset ini juga menjadi salah satu sinergi BUMN untuk selalu hadir dan membantu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat, serta selaras dengan keinginan kami untuk meningkatkan peran aktif dalam memakmurkan negeri,” kata Agus yang juga tercatat sebagai Pejabat Executive Kepatuhan Bank Mandiri.
Bank Mandiri, lanjut Agus, berkomitmen untuk terus mendukung pemerataan ekonomi dengan cara pengelolaan hutan yang lebih sistematis dan intensif, namun tetap berbasis pada kepentingan pengembangan ekonomi masyarakat.
Dalam proses redistribusi aset lahan tambak Muara Gembong, Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membantu pengolahan lahan tambak dan pengadaan bibit udang. Sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), membantu penerbitan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) bagi petambak lokal penggarap, dengan syarat mereka juga harus menanam mangrove di lahan yang sama.
“Skema redistribusi aset kepada petambak lokal secara terintegrasi ini dapat dilakukan di wilayah lain dengan kondisi yang relatif sama. Dengan begitu, kami percaya bahwa melalui program ini, diharapkan tingkat kesejahteraan masyarakat jadi meningkat dan mendorong pembangunan ekonomi dapat lebih merata,” ujar Agus Dwi Handaya.
Adapun pendekatan yang digunakan, lanjut Agus, adalah model community development yang membutuhkan beberapa elemen pendukung, yakni infrastruktur tambak dan penunjang tambak, sosiokultural, kelembagaan, pendampingan dan off-taker, pembiayaan petambak, peningkatan program kapabilitas, penggunaan teknologi modernisasi tambak, dan monitoring program konservasi mangrove.
Situs Web Bank Mandiri