Harapan Munthe adalah salah satu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) binaan PT Inalum (Persero) yang menjual oleh-oleh Kota Dingin “Dolok Sanggul” di Humbang Hasundutan. Ia menghabiskan masa mudanya di Klender Jakarta Timur dan memutuskan kembali ke kampung halamannya di Humbang Hasundutan saat ia berusia 41 tahun.
Pandemi Covid-19 berdampak besar pada usaha Munthe. Kebijakan mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat usaha Munthe sepi pengunjung karena pelanggannya adalah wisatawan yang mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asalnya. Pernah suatu kali di saat usahanya sedang sangat susah, ia sempat berpikir untuk berhenti dari usaha ini namun ia tepis dengan semangat Bona Pasogit.
Dalam bahasa Indonesia, Bona Pasogit berarti kampung halaman. Ia kembali ke kampung halamannya karena ingin berkontribusi dan memajukan kampungnya. Kata Bona Pasogit ini kemudian dijadikan nama tokonya yang berada di jalanan kota Dolok Sanggul – Humbang Hasundutan (Humbahas). Akan tetapi, saat ini ia hanya berjualan dari rumah karena belum menemukan tempat baru untuk membuka toko.
Demi memenuhi keinginan dalam membangun kampung halamannya, ia mulai belajar mengolah kopi di tahun 2009. Pembelajaran itulah yang membuatnya mengenal banyak jenis kopi dan menjadikannya sekretaris di Maspekal Humbahas (Masyarakat Pemerhati Kopi Arabika Sumatera Lintong Humbang Hasundutan). Perjalanannya dimulai dari mengenal olahan kopi luwak. Lalu beralih ke kopi arabika dan robusta karena kedua kopi ini memiliki harga yang sesuai dengan daya beli masyarakat di daerah tersebut.
Kopi yang biasa ia jual dan ia konsumsi sehari-hari adalah kopi Arabika Lintong. Kopi lintong merupakan kopi khas dari Sumatera Utara, tepatnya khas Humbang Hasundutan. Kopi lintong merupakan kopi induk dan digunakan sebagai bahan campuran untuk menaikkan kualitas kopi jenis lain oleh para eksportir. Faktor geografis dan curah hujan yang cukup sangat mendukung pertumbuhan kualitas kopi yang baik. Munthe menjamin kopi arabika lintongnya dapat memberikan respon positif dan kesehatan kepada tubuh, tidak menimbulkan efek mual, pusing, atau pun sakit perut karena kandungannya sudah ia sortir sedemikian rupa. Kopi ini cocok untuk teman bekerja atau pun teman bersantai dan serasi dengan pencinta kopi yang memiliki masalah dengan asam lambung.
Kemudian ada kopi peaberry dengan nama lain kopi lanang atau kopi tunggal. Kopi ini berasal dari biji kopi yang mengalami kelainan atau anomali pascapanen. Meskipun begitu, kopi ini merupakan kopi langka yang banyak dicari. Aroma dan rasanya sangat kuat dan mirip dengan kopi luwak. Bentuknya hampir bulat seperti kacang tanpa terbelah. Beberapa anggapan menyebutkan bahwa kopi ini baik untuk vitalitas.
Lalu ada biji kopi hijau yang biasa dikenal dengan nama green coffee. Biji kopi hijau adalah biji kopi yang belum dipanggang dan biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang sedang menjalani diet karena banyak mengandung asam klorogenat yang dipercaya dapat mencegah pelepasan glukosa dalam aliran darah. Meskipun sudah tahu banyak tentang kopi, ia mengaku tidak memiliki ladang kopi sama sekali.
“Bagi saya, seluruh lahan kopi di daerah ini adalah lahan kopi saya. Saya pikir kalau saya punya lahan kopi sendiri, nantinya saya hanya akan fokus pada lahan saya sehingga tidak memerhatikan petani kopi lokal. Kalau hanya punya usaha begini, ketika pascapanen saya akan fokus kepada mereka. Inilah cara saya membangun mereka,” ujar Munthe.
Saat ini, Munthe tidak memiliki pegawai tetap. Ia hanya mengelola usahanya bersama istri dan anak-anaknya. Apabila membutuhkan tenaga lain, kadang kala ia memanggil satu atau dua orang untuk membantu sesuai dengan yang ia butuhkan.
Pada 2019, Munthe bergabung menjadi UMKM mitra binaan Inalum. Kemudian, Inalum memberikan pinjaman dana sebesar Dua Puluh Juta Rupiah dengan biaya administrasi sebesar 3% dengan masa pinjam selama dua tahun melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Sebelum menjadi mitra, dalam setahun Munthe dapat menjual 50-100 kilogram kopi dengan omzet sekitar Rp168 juta per tahun. Setelah menjadi mitra Inalum, produksinya meningkat menjadi 100-200 kilogram kopi dan omzetnya bertambah menjadi Rp314 juta/tahun.
Hingga saat ini produk kopi lintong Munthe merupakan salah satu kopi yang dikonsumsi di Kantor Inalum Paritohan dan juga dijual kepada internal perusahaan.
“Kami merasa sangat tertolong bekerja sama dengan Inalum khususnya dalam bidang pemasaran kopi. Yang tadinya daya jual kita berada di bawah, sekarang daya jual kita telah meningkat,” ungkapnya.
Selain olahan kopi, Munthe juga menjual andaliman dan sasagun khas kota Humbang Hasundutan. Merek seluruh produknya adalah Cap Rajawali. Nama ini ia dapatkan ketika sedang merenung di suatu hari. Sama halnya seperti burung Rajawali yang tidak ciut menghadapi tantangan dan kesakitan, begitu pula harapan Munthe untuk bisnisnya agar dapat terus hidup dan terbang serta senantiasa memberikan kebermanfaatan bagi kampung halamannya dan juga orang lain.